Oleh: Siti Hajar
Pernahkah kita terbangun dari tidur dengan mata
yang terasa tidak nyaman, merah, atau perih, padahal malamnya tidak terjadi
apa-apa? Atau tengah menjalani hari yang biasa saja, lalu tiba-tiba mata terasa
seperti diganggu sesuatu yang tak terlihat? Mata, jendela jiwa kita, sejatinya
adalah organ yang sangat sensitif. Ia bisa merespons begitu banyak rangsangan,
bahkan yang tak kita sadari. Iritasi mata adalah bahasa tubuh yang halus namun
tegas—ia berkata, "Ada yang perlu kau perhatikan di sini."
Kita sering mengira iritasi mata hanyalah perkara
sederhana seperti masuk debu, kena asap, atau tangan yang tak bersih menyentuh
mata sehabis memegang cabai. Betul, itu memang penyebab paling umum dan mudah
ditebak. Benda asing seperti pasir, bulu mata yang jatuh, atau bahkan serpihan
kecil dari lingkungan bisa langsung memicu reaksi alami tubuh: mata berair,
perih, atau rasa seperti mengganjal.
Namun, iritasi mata juga bisa datang dari hal-hal
yang lebih tak kasatmata. Misalnya, paparan alergen seperti serbuk bunga, bulu
hewan peliharaan, atau debu rumah tangga. Alergi bukan sekadar bersin atau
hidung tersumbat; ia juga bisa membuat mata gatal, merah, dan terasa panas.
Tubuh bereaksi terhadap zat yang dianggap asing, dan mata menjadi panggung dari
respon itu.
Mata juga bisa teriritasi oleh kelelahan. Terlalu
lama menatap layar ponsel atau komputer, terlalu fokus tanpa jeda, membuat air
mata menguap lebih cepat. Mata kering bukan hanya kurangnya air mata, tetapi
juga ketidakseimbangan dalam komposisinya. Inilah mengapa, setelah berjam-jam
bekerja di depan layar, mata terasa panas, berat, dan seperti ada pasir halus
di dalamnya.
Dan tentu saja, ada penyebab yang lebih
tersembunyi. Mata yang memerah tanpa sebab bisa jadi akibat dari pembuluh darah
kecil yang pecah saat kita mengucek mata terlalu keras atau ketika tekanan
darah naik tiba-tiba—hal yang sering luput dari perhatian, terutama pada mereka
yang memiliki riwayat hipertensi. Pada kasus lain, infeksi ringan seperti
konjungtivitis atau blefaritis bisa muncul tanpa gejala awal yang kentara.
Sekilas tampak seperti iritasi biasa, tapi sesungguhnya ia memerlukan perhatian
medis.
Lalu, bagaimana dengan peran otak? Apakah iritasi
mata bisa menjadi sinyal dari sesuatu yang lebih dalam? Dalam banyak kasus,
tidak secara langsung. Namun, karena mata terhubung erat dengan sistem saraf
pusat, gejala-gejala tertentu pada mata bisa menandai gangguan yang lebih
kompleks di otak. Radang saraf optik, misalnya, atau migrain dengan aura visual
bisa membuat mata terasa aneh—bukan perih karena debu, tetapi ada rasa tidak
nyaman yang lebih subtil, seolah ada kabut yang tak bisa kita usir. Tapi ini bukan
iritasi dalam arti biasa—ini adalah komunikasi yang lebih rumit antara mata dan
otak.
Karena mata, lebih dari sekadar indra, adalah
jendela yang tak pernah berbohong tentang apa yang sedang kita alami—secara
fisik, emosional, bahkan spiritual.
Maka merawat mata bukan semata-mata tentang
mengobati ketika ia lelah atau teriritasi. Merawat mata adalah sebuah bentuk
penghargaan, bentuk syukur atas karunia penglihatan. Mata yang sehat tidak
hanya memampukan kita melihat, tapi juga memantulkan cahaya batin yang jernih
dan memikat. Cantik, dalam makna yang hakiki, terpancar dari mata yang terjaga.
Berikut ini adalah lima tindakan sederhana namun
sangat penting untuk menjaga mata tetap sehat dan mempesona:
1. Istirahatkan Mata Secara Berkala –
Terapkan Aturan 20-20-20. Setiap 20 menit menatap layar, alihkan pandangan ke sesuatu yang berjarak
20 kaki (sekitar 6 meter) selama 20 detik. Ini bukan hanya soal menghindari
mata lelah, tapi juga memberi kesempatan mata untuk bernapas—untuk pulih dari
intensitas cahaya dan fokus yang terus-menerus.
2. Lindungi Mata dari Paparan Sinar UV dan
Layar Biru. Gunakan
kacamata hitam saat di luar ruangan, terutama saat matahari sedang terik. Dan
untuk kamu yang sering di depan layar, pertimbangkan memakai kacamata khusus
anti radiasi atau mengaktifkan mode malam di perangkat digitalmu. Perlindungan
ini bukan hanya untuk kenyamanan, tapi juga untuk mencegah kerusakan jangka
panjang.
3. Cuci Tangan Sebelum Menyentuh Mata. Kebiasaan sederhana ini sering terlewat.
Padahal, tangan adalah perantara utama masuknya kuman dan zat iritan ke mata.
Saat gatal, saat ingin membersihkan, pastikan tanganmu bersih. Ini langkah
kecil yang bisa mencegah infeksi besar.
4. Cukupi Nutrisi yang Baik untuk Mata. Mata juga butuh makanan. Sayuran hijau,
wortel, buah berwarna oranye, ikan berlemak, serta kacang-kacangan kaya akan
vitamin A, C, E, dan omega-3 yang penting untuk kesehatan retina dan mencegah
degenerasi mata seiring usia. Cantik yang alami bermula dari dalam tubuh yang
terpenuhi nutrisinya.
5. Tidur yang Cukup dan Berkualitas. Mata bukan mesin. Ia butuh waktu untuk
pulih. Kurang tidur bisa membuat mata bengkak, merah, dan kusam. Bahkan kantung
mata yang menghitam seringkali berasal dari kebiasaan tidur larut malam.
Istirahat cukup bukan hanya soal estetika, tapi juga menjaga performa dan
keseimbangan mata sebagai organ vital.
Merawat mata sebetulnya tidak sulit, hanya perlu
kesadaran dan kelembutan. Dalam dunia yang serba cepat ini, mari kita beri mata
kita waktu untuk berhenti sejenak, menutup diri dari hiruk-pikuk, dan menikmati
jeda. Karena pada akhirnya, bukan hanya apa yang mata lihat yang penting, tapi
juga bagaimana kita melihat diri sendiri—dengan kasih, dengan perhatian, dan
dengan cinta.
Mata kita tidak pernah diam. Ia terus berbicara,
bahkan saat kita tak mengajaknya bicara. Iritasi mungkin tampak remeh, namun
bisa menjadi penanda dari sesuatu yang lebih besar. Ia mengajarkan kita untuk
peka, untuk memberi jeda, untuk menyapa tubuh kita dengan kasih, bukan hanya
dengan logika. Dan kadang, merawat mata bukan hanya soal obat tetes atau
kacamata pelindung, tapi juga soal memberi ruang—istirahat, udara segar, dan
waktu untuk tak melihat terlalu banyak dunia lewat layar kecil di genggaman tangan.
Karena mata, lebih dari sekadar indra, adalah
jendela yang tak pernah berbohong tentang apa yang sedang kita alami—secara
fisik, emosional, bahkan spiritual. []