![]() |
credit by medium.com |
Oleh: Siti Hajar
Di warung kopi, sudut-sudut
sekolah, taman kota, hingga ruang istirahat coworking space, kita mulai
terbiasa melihat generasi muda—remaja belasan hingga awal dua
puluhan—bersembunyi di balik kepulan asap vape. Mereka bilang “ini bukan rokok.
Ini lebih aman. Lebih wangi. Lebih "gaul". Tapi benarkah begitu?
Sebagian dari
kita mungkin sudah tahu bahwa rokok itu berbahaya. Itu fakta lama. Tapi vape?
Ia datang dalam bentuk yang lebih menggoda: desain modern, aroma buah yang
manis, dan kampanye halus yang seolah menjadikannya sahabat gaya hidup sehat.
Sayangnya, ini hanyalah ilusi.
Vape bukan
jalan keluar, tetapi menuju lubang yang sama.
Cairan vape
mengandung nikotin yang membuat candu. Sekali mencoba, tubuh mulai meminta lagi
dan lagi. Nikotin ini mengacaukan fungsi otak, terutama pada remaja yang
otaknya masih terus berkembang. Bahkan ada kandungan formaldehida,
asetaldehida, dan logam berat dalam sebagian cairan vape yang bisa merusak
paru-paru secara permanen. Beberapa kasus paru-paru kolaps bahkan terjadi pada
pengguna vape yang masih sangat muda.
Tapi yang sering
tidak disadari adalah: betapa ini memiskinkan secara perlahan.
Mari kita hitung
bersama.
Satu botol
liquid standar bisa habis dalam 2–3 hari, dengan harga rata-rata
Rp60.000–Rp100.000. Ada juga yang menghabiskan dua botol dalam seminggu. Belum
lagi coil, kapas, dan perangkat mod atau pod yang perlu diganti secara berkala.
Jika seseorang
menghabiskan:
- Rp30.000 per hari (asumsi penggunaan
rata-rata),
- maka dalam seminggu: Rp210.000,
- dalam sebulan: Rp900.000,
- dan dalam setahun: Rp10.800.000.
Itu belum
termasuk pembelian perangkat vape yang bisa mencapai Rp300.000–Rp2.000.000
untuk satu unit.
Bayangkan, dalam
satu tahun saja, uang sebanyak itu bisa:
- Menjadi modal usaha kecil-kecilan,
- Membiayai kursus keterampilan atau bahasa asing,
- Membeli buku-buku terbaik dan gadget penunjang
belajar,
- Atau cukup untuk membantu orang tua membayar
listrik, beras, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
Tapi semua
itu lenyap, perlahan, lewat kepulan asap yang tidak membawa apa-apa selain
kesia-siaan.
Lebih dari itu,
kebiasaan nge-vape menumbuhkan ilusi gaya hidup yang salah: bahwa keren itu
harus menghirup asap. Bahwa pertemanan harus dibayar dengan nikotin. Bahwa rasa
percaya diri harus dibungkus aroma mangga stroberi.
Tidak. Keren itu
ketika kamu bisa menolak godaan, dan tetap berdiri tegak pada pilihan hidup
sehat.
Keren itu ketika
kamu hemat, menjaga kesehatan, dan membangun masa depanmu tanpa harus membakar
isi dompet dan paru-parumu sendiri.
Jika hari ini
kamu berpikir untuk berhenti, percayalah: itu adalah awal yang luar biasa. Kamu
sedang mengambil kembali kendali atas hidupmu. Tidak ada kata terlambat. Justru
keputusan berhenti itulah yang akan menjadi titik balik dalam hidupmu.
Karena
hidupmu terlalu berharga untuk dihabiskan dalam kabut asap.
Kita tidak ditakdirkan menjadi abu. Kita diciptakan untuk menjadi cahaya. []