Oleh: Siti Hajar
Musim kemarau
merupakan periode tahunan dengan curah hujan rendah atau nihil yang terjadi
secara musiman, terutama di wilayah beriklim tropis seperti Indonesia. Kemarau
di Indonesia biasanya berlangsung antara bulan Mei hingga September dan
dipengaruhi oleh angin muson timur yang bersifat kering. Dampaknya antara lain
penurunan ketersediaan air bersih, peningkatan suhu udara, gangguan sektor
pertanian, serta meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan.
Strategi
adaptasi dan mitigasi terhadap musim kemarau diperlukan agar masyarakat dapat
tetap beraktivitas dengan sehat dan aman.
1. Menjaga
Kesehatan Fisik dan Menghindari Paparan Sinar UV
Suhu udara yang
tinggi disertai kelembapan rendah dapat menyebabkan dehidrasi dan kelelahan
termal (heat exhaustion). Karena itu, konsumsi air putih dalam jumlah
cukup sangat penting, dengan rekomendasi umum 2–2,5 liter per hari untuk orang
dewasa, lebih tinggi jika melakukan aktivitas fisik.
Selain itu,
perlu diperhatikan bahaya paparan sinar ultraviolet (UV) dari matahari yang
meningkat selama musim kemarau. Sinar UV dapat merusak kulit dan mata, serta
meningkatkan risiko kanker kulit jika terpapar secara terus-menerus. Indeks UV
biasanya berada dalam kategori tinggi hingga sangat tinggi antara pukul 10.00
hingga 15.00. Oleh karena itu, masyarakat diimbau:
- Menghindari berada di luar ruangan pada jam-jam
tersebut.
- Menggunakan pelindung seperti topi bertepi lebar,
pakaian lengan panjang, dan kacamata hitam berfilter UV.
- Mengoleskan tabir surya (minimal SPF 30) pada kulit
yang tidak tertutup pakaian, dan mengulang pemakaian setiap dua jam jika
terpapar terus-menerus.
2.
Pengelolaan Air secara Efisien
Dengan turunnya
curah hujan selama kemarau, konservasi air menjadi prioritas. Beberapa langkah
efisien yang dapat dilakukan meliputi:
- Menggunakan air bekas cucian buah atau sayur untuk
menyiram tanaman.
- Memperbaiki kebocoran pada kran dan pipa.
- Menggunakan teknologi hemat air seperti kran
aerator dan toilet low-flow.
- Menampung air hujan selama musim hujan sebelumnya
dengan sistem rainwater harvesting.
3. Perawatan
Tanaman dan Lahan
Untuk
mempertahankan kelembapan tanah, dianjurkan menggunakan mulsa organik seperti
daun kering atau serbuk gergaji. Penyiraman tanaman sebaiknya dilakukan pada
pagi atau sore hari, saat suhu rendah, untuk mengurangi penguapan. Penerapan
sistem irigasi tetes juga membantu efisiensi penggunaan air dalam pertanian.
4. Pencegahan
Kebakaran Lahan dan Hutan
Data menunjukkan
peningkatan signifikan kasus kebakaran selama musim kemarau. Aktivitas manusia,
seperti pembakaran sampah atau pembukaan lahan dengan api, menjadi penyebab
utama. Upaya pencegahan meliputi:
- Tidak melakukan pembakaran terbuka.
- Meningkatkan pengawasan lahan pertanian.
- Menyediakan alat pemadam ringan di lingkungan
tempat tinggal.
- Edukasi masyarakat tentang metode pertanian tanpa
bakar (zero burning).
5.
Penyesuaian Aktivitas Harian
Kondisi panas
ekstrem dapat memengaruhi produktivitas dan kesehatan mental. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penyesuaian aktivitas harian seperti:
- Menghindari aktivitas berat di luar ruangan saat
suhu tertinggi.
- Mengatur sirkulasi udara dalam rumah atau tempat
kerja.
- Mengenakan pakaian berbahan ringan dan menyerap
keringat.
Musim kemarau merupakan bagian dari siklus iklim tropis yang memiliki dampak ekologis dan sosial yang signifikan. Menghadapi musim ini memerlukan upaya terpadu dalam menjaga kesehatan tubuh, menghemat air, melindungi tanaman, serta menghindari risiko lingkungan seperti kebakaran dan paparan UV berlebih. Edukasi publik dan penerapan praktik adaptif di tingkat rumah tangga dan komunitas akan mendukung ketahanan masyarakat dalam menghadapi musim kering secara berkelanjutan.[]