5 Tips Mengurangi Paparan Media Sosial untuk Mengatasi Stres

 Oleh: Siti Hajar

Era digital seperti sekarang, hampir setiap momen kehidupan bisa dibagikan dalam bentuk gambar, video, atau status yang berkilau. Media sosial menjadi panggung raksasa tempat jutaan orang berlomba menampilkan potongan terbaik dari hidup mereka. Sayangnya, di balik gemerlapnya, banyak dari kita yang justru merasa semakin terpuruk. Kita melihat teman lama sudah punya rumah impian, selebgram muda melancong ke luar negeri, atau bahkan tetangga yang tak pernah terdengar kabarnya kini viral karena pernikahan mewahnya. Tanpa sadar, kita mulai membandingkan. Dan dari membandingkan, lahirlah rasa iri, julid, bahkan luka batin yang tak terlihat.

Stres karena media sosial bukan hanya soal banyaknya notifikasi atau layar yang terlalu terang. Tapi karena di balik scrolling yang tampaknya santai, kita sedang mengukur diri kita dengan kehidupan orang lain—yang seringkali hanya potret terbaik, hasil kurasi yang disaring sedemikian rupa. Kalau kamu pernah merasa hidupmu tidak cukup hebat setelah membuka Instagram, atau tiba-tiba merasa uring-uringan setelah melihat story teman, kamu tidak sendirian.

Artikel ini akan mengulas bagaimana mengurangi paparan media sosial bisa membantu mengatasi stres, sekaligus menyembuhkan hati dari rasa iri dan julid yang mmebuat hati tidak tenang. Kita manusia alamiah mengalami ini, jangan menyalahkan diri sendiri.

1. Sadari bahwa media sosial hanyalah potongan kecil kehidupan, bukan keseluruhan cerita

Kita sering lupa bahwa apa yang ditampilkan orang di media sosial adalah versi terbaik dari hidup mereka. Jarang ada yang membagikan kegagalan, rasa sepi, atau kekhawatiran mendalam. Jadi saat kamu melihat temanmu liburan mewah, jangan lupa bahwa bisa jadi mereka juga sedang berjuang dalam aspek lain yang tidak tampak. Menyadari ini bisa menjadi langkah awal untuk berhenti membandingkan dan mulai menerima ritme hidupmu sendiri.

2. Batasi waktu harian untuk bermain media sosial

Fitur ‘Screen Time’ atau ‘Digital Wellbeing’ di ponsel bisa membantumu mengatur waktu berinteraksi dengan media sosial. Coba mulai dengan membatasi hanya 30 menit hingga 1 jam per hari. Gunakan waktu yang tersisa untuk hal-hal yang lebih membangun koneksi nyata—berbincang dengan keluarga, membaca buku, atau sekadar menikmati udara pagi. Saat kamu memberi jeda pada otak dari notifikasi yang terus berdatangan, tubuh dan pikiranmu perlahan akan merasa lebih tenang.

3. Unfollow akun-akun yang memicu rasa iri atau merusak suasana hati

Jangan ragu untuk menyaring siapa yang kamu ikuti. Jika ada akun yang secara konsisten membuatmu merasa tidak cukup, bukan karena mereka jahat, tapi karena kamu sedang tidak berada dalam kondisi sehat untuk menerimanya—maka beranilah menekan tombol unfollow atau mute. Kesehatan mentalmu lebih penting dari sekadar menjaga ‘pertemanan digital’.

4. Ganti waktu scrolling dengan aktivitas fisik atau kreatif

Setiap kali tanganmu reflek ingin membuka Instagram atau TikTok, alihkan ke aktivitas lain yang memicu endorfin—berjalan kaki, menggambar, menulis jurnal, atau memasak resep baru. Aktivitas ini bukan hanya mengalihkan perhatian, tapi juga memberimu rasa pencapaian yang nyata. Rasa puas itu akan membantumu berhenti mengukur nilai hidup dari jumlah like dan komentar.

5. Lakukan detoks media sosial secara berkala

Ambil waktu—seminggu, beberapa hari, atau bahkan hanya satu hari dalam seminggu—untuk tidak membuka media sosial sama sekali. Gunakan waktu ini untuk menyentuh dunia nyata: berbincang dengan teman tanpa ponsel di tengah meja, duduk di taman, atau menulis surat untuk diri sendiri. Semakin sering kamu terhubung dengan kehidupan di luar layar, semakin kecil ruang bagi rasa iri dan stres untuk bersembunyi.

Ketika Julid dan Iri Mengintip dari Layar

Banyak orang merasa malu mengakui bahwa mereka iri atau julid saat melihat kesuksesan orang lain di media sosial. Tapi perasaan itu manusiawi. Iri muncul karena kita merasa kekurangan sesuatu, dan julid sering menjadi pelampiasan dari rasa tak puas yang tak bisa diungkap secara langsung. Yang penting bukan menyalahkan diri karena merasa iri, tapi menyadari dari mana datangnya rasa itu. Apakah karena kita tidak bersyukur? Karena kita lelah? Atau karena kita belum menyadari nilai diri kita sendiri? Saat kita berani menghadapi rasa itu tanpa menghakimi, kita bisa mulai menyembuhkannya perlahan.

Mengurangi paparan media sosial bukan berarti menutup diri dari dunia, tapi memberi kesempatan untuk benar-benar hidup di dalamnya. Saat kita berhenti membandingkan dan mulai menerima ritme hidup kita, rasa iri pun mulai luluh, dan stres berubah menjadi ruang tenang yang penuh penerimaan. Ingat, hidupmu tidak harus seperti feed siapa pun. Kamu punya perjalanan sendiri yang sah untuk dirayakan—dengan pelan, tapi pasti.

Jika kamu pernah merasa tertinggal, tak cukup menarik, atau tak sekaya orang lain di layar ponselmu, izinkan diri untuk menarik napas dalam-dalam. Dunia nyata menantimu, dengan segala keindahan dan ketulusannya—jauh dari filter, jauh dari algoritma. []

Lebih baru Lebih lama