Oleh: Siti Hajar
Ketika usia bertambah, memang ada yang perlahan
berubah—dan bukan hanya soal garis halus di wajah atau uban yang mulai
terlihat. Lebih dari itu, tubuh mulai menunjukkan perbedaan yang dulu tak kita
rasakan. Dulu mungkin kita bisa begadang lalu bangun pagi tanpa rasa lelah,
berjalan jauh tanpa nyeri lutut, atau makan sesuka hati tanpa khawatir angka di
tensimeter. Tapi sekarang? Rasanya energi cepat habis, tidur tak lagi nyenyak,
dan tubuh mulai memberi isyarat bahwa ia tak sekuat dulu. Inilah kenyataan yang
tak bisa dihindari: kondisi dan fungsi tubuh memang tidak lagi sama. Tapi bukan
berarti kita tak bisa melakukan sesuatu untuk memperlambat penurunannya.
Tubuh ini telah menemani kita sejak awal
kehidupan, namun sering kali kita menuntut darinya lebih dari yang seharusnya.
Kita paksa ia duduk terlalu lama, tidur terlalu singkat, makan serba cepat, dan
terus menahan beban pikiran. Kita menuntut agar tubuh tetap kuat meski gaya
hidup kita tak memberi kesempatan baginya untuk pulih.
Seiring bertambahnya usia, perubahan itu tak bisa
dihindari. Hormon menurun, metabolisme melemah, kekuatan otot berkurang, dan
sistem organ tak lagi bekerja seefisien sebelumnya. Namun semua itu kerap kita
abaikan. Kita anggap wajar rasa lelah yang terus-menerus, pegal yang tak reda,
atau kepala yang sering terasa berat.
Banyak yang kini mulai mengeluh: sering nyeri
punggung, bahu kaku, tidur tak nyenyak, atau merasa cepat marah. Bahkan ketika
tak sedang melakukan apa-apa, tubuh terasa berat. Gula darah perlahan naik,
tekanan darah mulai tak terkontrol, kolesterol merayap ke angka merah. Kita
menyangka ini semua bagian dari proses menua, padahal banyak hal bisa
dicegah—asal kita mau mengubah kebiasaan.
Satu masalah besar masa kini adalah gaya hidup
yang terlalu statis. Duduk terlalu lama di depan layar, kurang bergerak,
ditambah pola makan yang sarat gula, lemak, dan minim serat. Semua ini memicu
berbagai gangguan:
1. Penurunan Otot (Sarkopenia): Tubuh Semakin
Lemah Tanpa Disadari. Tanpa kita sadari, otot-otot tubuh mulai
menyusut sejak usia 30-an, dan prosesnya terus berlanjut jika tidak dilatih. Kondisi
ini disebut sarkopenia. Kita mungkin mengira hanya berat badan yang turun atau
pakaian yang terasa longgar, padahal ototlah yang hilang. Akibatnya, tubuh jadi lebih mudah lelah, kekuatan
menurun, dan keseimbangan terganggu. Banyak orang mulai sering tersandung,
sulit bangkit dari posisi duduk, atau kehilangan daya angkat saat membawa
barang—semua itu tanda-tanda bahwa otot tidak lagi mendukung tubuh seperti
dulu. Tanpa latihan kekuatan (strength training), sarkopenia akan mempercepat
ketergantungan di usia lanjut.
2.
Kondisi Pra-diabetes dan Diabetes Tipe 2: Gula Darah yang Tak Terkendali
Diam-diam Menggerogoti. Saat tubuh sering mengonsumsi makanan
tinggi karbohidrat sederhana dan gula, sementara aktivitas fisik sangat rendah,
maka gula dalam darah terus melonjak. Lambat laun, sel-sel tubuh menjadi kurang
responsif terhadap insulin—hormon yang bertugas menurunkan kadar gula. Inilah
awal dari resistensi insulin, yang bila dibiarkan akan berkembang menjadi
diabetes tipe 2. Yang menyedihkan, banyak orang tidak menyadari bahwa mereka
sudah berada dalam fase pra-diabetes, karena gejalanya samar: mudah haus,
sering buang air kecil, luka sulit sembuh, atau tubuh terasa lemas. Tanpa
gerak, tanpa kontrol makan, kondisi ini bisa berlangsung diam-diam
bertahun-tahun, hingga akhirnya menjadi penyakit kronis.
3.
Tulang Rapuh: Ketika Rangka Tubuh Kehilangan Kepadatan. Tulang kita butuh tekanan dan beban untuk tetap
kuat. Sayangnya, gaya hidup yang minim aktivitas membuat tulang tidak mendapat
stimulasi yang cukup. Inilah yang memicu osteoporosis—penurunan kepadatan
tulang yang membuatnya lebih mudah retak bahkan hanya karena benturan ringan.
Wanita, khususnya setelah menopause, lebih rentan. Tapi laki-laki pun tidak
luput jika gaya hidupnya pasif. Tanpa latihan beban, seperti naik-turun tangga,
berjalan kaki cepat, atau senam kekuatan, tulang akan kehilangan strukturnya dan
menjadi rapuh seiring waktu.
4.
Masalah Jantung dan Pembuluh Darah: Sirkulasi yang Tidak Terlatih Mengundang
Risiko Serius. Jantung kita adalah otot yang juga perlu
dilatih. Jika kita jarang bergerak, maka jantung tidak terbiasa memompa lebih
kuat. Aliran darah menjadi lambat, dan plak kolesterol lebih mudah menempel di
dinding pembuluh darah. Ini meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, stroke,
hingga serangan jantung. Olahraga seperti jalan cepat, bersepeda, atau berenang
membantu menjaga elastisitas pembuluh darah dan membuat jantung tetap efisien.
Tanpa itu, kita hanya tinggal menunggu waktu sampai sistem sirkulasi mulai menunjukkan
tanda-tanda kerusakan.
5.
Postur Memburuk: Duduk Lama Mengubah Bentuk Tubuh. Kebiasaan duduk terlalu lama—terutama dengan
postur yang salah—perlahan mengubah struktur tubuh. Bahu menjadi maju ke depan,
leher membungkuk, punggung bagian bawah menegang. Kondisi ini tidak hanya
membuat penampilan terlihat letih, tapi juga menyebabkan nyeri kronis di bagian
punggung, leher, dan pinggang. Otot-otot penyangga menjadi lemah, sendi
kehilangan kelenturan, dan tulang belakang tertekan secara tidak merata.
Latihan peregangan dan penguatan inti tubuh (core training) sangat dibutuhkan
untuk mengembalikan postur yang ideal.
6.
Kondisi Mental Menurun: Pikiran yang Terlalu Sibuk, Tubuh yang Terlalu Pasif. Saat tubuh kurang bergerak, otak justru bekerja
terlalu keras tanpa saluran pelepasan. Aktivitas fisik sebetulnya berperan
besar dalam membantu mengatur emosi dan meningkatkan produksi hormon bahagia
seperti endorfin dan serotonin. Tanpa aktivitas fisik, tekanan emosional yang
terus menumpuk bisa memicu stres, kecemasan, bahkan depresi. Banyak orang
merasa "lelah pikiran" tapi tak tahu bahwa solusi sederhananya bisa
dimulai dari gerakan tubuh. Bahkan berjalan kaki sambil menarik napas panjang bisa
memberi efek menenangkan. Gerak adalah bentuk pengendalian diri yang paling
mudah diakses, namun paling sering diabaikan.
Olahraga tak hanya menjaga kekuatan tubuh, tapi
juga memberi ruang bagi kita untuk mengatur napas, memperbaiki peredaran darah,
menstabilkan hormon, dan menjaga pikiran tetap jernih. Perubahan ini memang
tidak cepat. Tapi langkah kecil yang dilakukan setiap hari akan membawa hasil
besar dalam jangka panjang.
Mulailah dengan berjalan kaki, senam ringan,
peregangan, atau aktivitas sederhana lainnya yang bisa dilakukan secara rutin.
Tubuh kita memiliki kemampuan luar biasa untuk pulih dan membangun kekuatan
baru—asal kita memberinya kesempatan.
Mengabaikan kebutuhan tubuh hari ini bisa menjadi
penyesalan esok hari. Tapi memberi perhatian sejak sekarang akan memperpanjang
masa sehat dan membuat hari-hari ke depan terasa lebih ringan dijalani.
Tubuh kita tak menuntut kesempurnaan. Ia hanya
butuh kita peduli. Ia tidak meminta olahraga berat atau hasil cepat. Ia hanya
ingin diajak bergerak, diberi perhatian, dijaga dengan niat yang
sungguh-sungguh.
Jika selama ini kita menjadikan kesibukan sebagai
alasan untuk tidak berolahraga, ingatlah satu hal: tanpa tubuh yang berfungsi
baik, semua kesibukan akan runtuh. Jika kita abai hari ini, mungkin esok kita
akan dipaksa berhenti—bukan karena ingin, tapi karena tak lagi mampu.
Tak ada yang lebih menyesakkan selain sadar bahwa
banyak hal bisa dicegah, jika saja dulu kita lebih peduli.
Mulailah hari ini. Bukan demi angka di timbangan,
bukan demi penampilan. Tapi karena tubuh ini adalah bagian dari amanah yang
harus dijaga. Kita berhak menua dengan kuat, jernih, dan tetap berdaya.
Tubuh kita mungkin tak bisa bicara. Tapi bila ia
bisa, ia akan berkata dengan pelan, “Terima kasih karena akhirnya kau memilih
untuk merawatku, bukan sekadar memaksa aku bertahan.” []
#selfremnder