AYUK PULIHKAN DIRI KITA PELAN_PELAN
Oleh: Siti Hajar
Ketika kamu membaca tulisan ini, mungkin tubuhmu
masih gemetar bila mengingat apa yang baru saja terjadi. Banjir bandang datang
seperti tamu yang tak pernah diundang, merusak rumah, menenggelamkan sawah,
memutus jalan, bahkan merenggut banyak hal yang tak ternilai. Kadang, saat kamu
duduk di posko sambil memeluk lutut, suara hujan yang turun lagi dari kejauhan
membuat dadamu terasa sesak. Kamu tidak sendiri. Banyak di sekelilingmu yang
merasakan hal yang sama, meski mereka mungkin tidak mengatakannya.
Hal pertama yang perlu kamu tahu adalah bahwa apa
pun perasaan yang muncul dalam dirimu—takut, letih, sedih, marah, bingung—semua
itu wajar. Bencana seperti ini tidak hanya mengguncang desa dan rumah, tapi
juga mengguncang hati dan rasa aman di dalam diri kita. Tubuhmu mungkin
merespons dengan cara yang berbeda-beda: jantung berdebar tanpa sebab, kepala
terasa berat, napas tiba-tiba pendek, atau tidur terasa tidak nyenyak.
Pikiranmu mungkin dipenuhi pertanyaan yang tak punya jawaban cepat: bagaimana
membangun kembali rumah? bagaimana menghadapi hari-hari ke depan? kenapa
bencana ini harus terjadi di sini, pada saat ini?
Tidak ada yang salah denganmu. Tubuh dan pikiranmu
sedang mencoba memulihkan diri dari sesuatu yang terlalu besar.
Kadang orang di sekeliling kita berkata, “kita
harus kuat,” seolah-olah menangis adalah tanda kelemahan. Padahal, kamu boleh
menangis. Kamu boleh merasa takut. Kamu boleh mengakui bahwa hati ini sedang
sangat letih. Kamu boleh merasa tidak tahu harus mulai dari mana. Itu semua
tidak membuatmu menjadi orang yang lemah. Itu justru membuatmu menjadi manusia
yang masih hidup, masih merasa, dan masih berjuang.
Di tengah kekacauan ini, ada satu hal sederhana
yang bisa kamu lakukan untuk menenangkan tubuhmu. Kamu bisa mulai dari napasmu
sendiri. Tarik napas perlahan seperti ombak yang datang ke pantai, biarkan
udara masuk dengan lembut ke dalam tubuhmu. Tahan sebentar, lalu hembuskan
perlahan, lebih panjang dari waktu kamu menarik napas. Lakukan ini beberapa
kali. Tidak perlu tergesa-gesa. Biarkan tubuhmu berdamai kembali dengan ritme
yang tenang. Setiap helaan napas dapat menjadi pengingat bahwa kamu masih di sini,
bahwa meski banyak yang hilang, hidupmu masih terus bergerak.
Kalau suatu waktu rasa takut datang tiba-tiba,
terutama ketika hujan turun, kamu bisa berhenti sejenak dan memperhatikan
sekitar. Lihat apa yang ada di sekelilingmu: tikar di lantai, orang-orang yang
duduk bersama, langit-langit posko, atau wajah anakmu yang sedang tidur. Sentuh
sesuatu yang dekat denganmu, rasakan teksturnya, suhunya. Dengarkan suara-suara
kecil di sekitar, bukan hanya suara hujan. Sadari bahwa tubuhmu berada di
tempat yang aman, meski pikiranmu sedang kembali ke detik-detik bencana. Latihan
sederhana ini dapat membantu pikiran kembali ke saat ini, bukan ke masa yang
menakutkan itu.
Bila kamu merasa sulit untuk bercerita kepada
orang lain, kamu bisa bercerita pada dirimu sendiri. Kamu bisa menulis atau
sekadar mengucapkannya dalam hati: apa yang paling berat hari ini? apa yang
membuatmu bertahan sampai menit ini? siapa atau apa yang hadir sebagai
kekuatanmu hari ini? Dengan menuliskannya, kamu sedang memberi ruang kepada
dirimu sendiri untuk didengar, untuk dihargai, dan untuk dipeluk oleh kata-kata
yang kamu ciptakan sendiri.
Tidak apa jika hari ini kamu tidak merasa kuat.
Tidak apa jika kamu hanya mampu melakukan hal kecil, seperti menyeduh air
hangat, menyapu sedikit area posko, atau sekadar duduk diam sambil menenangkan
diri. Langkah kecil tetaplah langkah. Kamu tidak harus segera bangkit
sepenuhnya. Kamu tidak perlu memaksa diri untuk langsung tegar. Luka besar
membutuhkan waktu untuk sembuh, dan waktu itu adalah hakmu.
Saat hujan turun dan kamu mulai kembali gelisah,
ingatkan dirimu bahwa tidak semua hujan membawa bahaya. Ingatkan dirimu bahwa
saat ini kamu dikelilingi orang-orang yang juga sedang berusaha bertahan. Tidak
ada yang melalui ini sendirian. Ada tenaga kesehatan, relawan, keluarga,
tetangga, dan orang-orang baik yang datang hanya untuk membantu. Dalam situasi
seperti ini, saling menopang adalah kekuatan terbesar yang kita punya. Dan kamu
berhak menjadi bagian dari kekuatan itu, entah dengan berbagi makanan, mendengarkan
cerita orang lain, atau cukup hadir bersama mereka.
Jika suatu hari kamu merasa sangat sesak, sangat
lelah, atau pikiranmu terasa gelap, tolong cari seseorang yang bisa kamu
percaya dan katakan bahwa kamu membutuhkan bantuan. Tidak apa meminta bantuan.
Itu bukan tanda kelemahan, tapi tanda bahwa kamu ingin pulih, ingin tetap
melangkah.
Ketika semuanya terasa gelap, kamu boleh memilih
hanya satu kalimat untuk bertahan hari itu. “Aku masih di sini.” Atau “Allah
sedang menjagaku.” Atau “Pelan-pelan saja, aku tidak perlu buru-buru.” Ulangi
kalimat itu pelan-pelan sampai hatimu sedikit lebih tenang.
Tidak ada cara cepat untuk sembuh dari rasa takut.
Tidak ada resep instan untuk menghapus kesedihan. Tapi setiap hari yang kamu
lewati adalah bukti bahwa kamu terus bertahan. Setiap napas, setiap langkah
kecil, setiap pagi yang kamu hadapi adalah bentuk kekuatan yang mungkin tak
kamu sadari. Kamu sudah melalui hal yang sangat besar, dan kamu masih berdiri
sampai hari ini.
Semoga dengan membaca ini, kamu merasa sedikit
lebih ditemani. Semoga hatimu pelan-pelan merasa lebih ringan. Dan semoga
hari-hari mendatang membawa cahaya kecil yang membuatmu tahu bahwa badai ini
perlahan akan berlalu, dan harapan akan kembali tumbuh, satu helaan napas demi
satu helaan napas.[]
