UNTUK KAMU KORBAN BENCANA ACEH 2025


AYUK PULIHKAN DIRI KITA PELAN_PELAN

Oleh: Siti Hajar

Ketika kamu membaca tulisan ini, mungkin tubuhmu masih gemetar bila mengingat apa yang baru saja terjadi. Banjir bandang datang seperti tamu yang tak pernah diundang, merusak rumah, menenggelamkan sawah, memutus jalan, bahkan merenggut banyak hal yang tak ternilai. Kadang, saat kamu duduk di posko sambil memeluk lutut, suara hujan yang turun lagi dari kejauhan membuat dadamu terasa sesak. Kamu tidak sendiri. Banyak di sekelilingmu yang merasakan hal yang sama, meski mereka mungkin tidak mengatakannya.

Hal pertama yang perlu kamu tahu adalah bahwa apa pun perasaan yang muncul dalam dirimu—takut, letih, sedih, marah, bingung—semua itu wajar. Bencana seperti ini tidak hanya mengguncang desa dan rumah, tapi juga mengguncang hati dan rasa aman di dalam diri kita. Tubuhmu mungkin merespons dengan cara yang berbeda-beda: jantung berdebar tanpa sebab, kepala terasa berat, napas tiba-tiba pendek, atau tidur terasa tidak nyenyak. Pikiranmu mungkin dipenuhi pertanyaan yang tak punya jawaban cepat: bagaimana membangun kembali rumah? bagaimana menghadapi hari-hari ke depan? kenapa bencana ini harus terjadi di sini, pada saat ini?

Tidak ada yang salah denganmu. Tubuh dan pikiranmu sedang mencoba memulihkan diri dari sesuatu yang terlalu besar.

Kadang orang di sekeliling kita berkata, “kita harus kuat,” seolah-olah menangis adalah tanda kelemahan. Padahal, kamu boleh menangis. Kamu boleh merasa takut. Kamu boleh mengakui bahwa hati ini sedang sangat letih. Kamu boleh merasa tidak tahu harus mulai dari mana. Itu semua tidak membuatmu menjadi orang yang lemah. Itu justru membuatmu menjadi manusia yang masih hidup, masih merasa, dan masih berjuang.

Di tengah kekacauan ini, ada satu hal sederhana yang bisa kamu lakukan untuk menenangkan tubuhmu. Kamu bisa mulai dari napasmu sendiri. Tarik napas perlahan seperti ombak yang datang ke pantai, biarkan udara masuk dengan lembut ke dalam tubuhmu. Tahan sebentar, lalu hembuskan perlahan, lebih panjang dari waktu kamu menarik napas. Lakukan ini beberapa kali. Tidak perlu tergesa-gesa. Biarkan tubuhmu berdamai kembali dengan ritme yang tenang. Setiap helaan napas dapat menjadi pengingat bahwa kamu masih di sini, bahwa meski banyak yang hilang, hidupmu masih terus bergerak.

Kalau suatu waktu rasa takut datang tiba-tiba, terutama ketika hujan turun, kamu bisa berhenti sejenak dan memperhatikan sekitar. Lihat apa yang ada di sekelilingmu: tikar di lantai, orang-orang yang duduk bersama, langit-langit posko, atau wajah anakmu yang sedang tidur. Sentuh sesuatu yang dekat denganmu, rasakan teksturnya, suhunya. Dengarkan suara-suara kecil di sekitar, bukan hanya suara hujan. Sadari bahwa tubuhmu berada di tempat yang aman, meski pikiranmu sedang kembali ke detik-detik bencana. Latihan sederhana ini dapat membantu pikiran kembali ke saat ini, bukan ke masa yang menakutkan itu.

Bila kamu merasa sulit untuk bercerita kepada orang lain, kamu bisa bercerita pada dirimu sendiri. Kamu bisa menulis atau sekadar mengucapkannya dalam hati: apa yang paling berat hari ini? apa yang membuatmu bertahan sampai menit ini? siapa atau apa yang hadir sebagai kekuatanmu hari ini? Dengan menuliskannya, kamu sedang memberi ruang kepada dirimu sendiri untuk didengar, untuk dihargai, dan untuk dipeluk oleh kata-kata yang kamu ciptakan sendiri.

Tidak apa jika hari ini kamu tidak merasa kuat. Tidak apa jika kamu hanya mampu melakukan hal kecil, seperti menyeduh air hangat, menyapu sedikit area posko, atau sekadar duduk diam sambil menenangkan diri. Langkah kecil tetaplah langkah. Kamu tidak harus segera bangkit sepenuhnya. Kamu tidak perlu memaksa diri untuk langsung tegar. Luka besar membutuhkan waktu untuk sembuh, dan waktu itu adalah hakmu.

Saat hujan turun dan kamu mulai kembali gelisah, ingatkan dirimu bahwa tidak semua hujan membawa bahaya. Ingatkan dirimu bahwa saat ini kamu dikelilingi orang-orang yang juga sedang berusaha bertahan. Tidak ada yang melalui ini sendirian. Ada tenaga kesehatan, relawan, keluarga, tetangga, dan orang-orang baik yang datang hanya untuk membantu. Dalam situasi seperti ini, saling menopang adalah kekuatan terbesar yang kita punya. Dan kamu berhak menjadi bagian dari kekuatan itu, entah dengan berbagi makanan, mendengarkan cerita orang lain, atau cukup hadir bersama mereka.

Jika suatu hari kamu merasa sangat sesak, sangat lelah, atau pikiranmu terasa gelap, tolong cari seseorang yang bisa kamu percaya dan katakan bahwa kamu membutuhkan bantuan. Tidak apa meminta bantuan. Itu bukan tanda kelemahan, tapi tanda bahwa kamu ingin pulih, ingin tetap melangkah.

Ketika semuanya terasa gelap, kamu boleh memilih hanya satu kalimat untuk bertahan hari itu. “Aku masih di sini.” Atau “Allah sedang menjagaku.” Atau “Pelan-pelan saja, aku tidak perlu buru-buru.” Ulangi kalimat itu pelan-pelan sampai hatimu sedikit lebih tenang.

Tidak ada cara cepat untuk sembuh dari rasa takut. Tidak ada resep instan untuk menghapus kesedihan. Tapi setiap hari yang kamu lewati adalah bukti bahwa kamu terus bertahan. Setiap napas, setiap langkah kecil, setiap pagi yang kamu hadapi adalah bentuk kekuatan yang mungkin tak kamu sadari. Kamu sudah melalui hal yang sangat besar, dan kamu masih berdiri sampai hari ini.

Semoga dengan membaca ini, kamu merasa sedikit lebih ditemani. Semoga hatimu pelan-pelan merasa lebih ringan. Dan semoga hari-hari mendatang membawa cahaya kecil yang membuatmu tahu bahwa badai ini perlahan akan berlalu, dan harapan akan kembali tumbuh, satu helaan napas demi satu helaan napas.[]

  

Lebih baru Lebih lama