Oleh: Siti Hajar
Menjelang Idul Fitri, suasana berubah menjadi lebih semarak. Ada semacam euforia yang memenuhi udara—pasar-pasar ramai, pusat perbelanjaan dipadati orang-orang yang berburu pakaian baru, dan aroma kue khas Lebaran mulai menggoda dari dapur ke dapur. Namun, di balik semua kegembiraan itu, ada satu hal yang sering kali menjadi beban pikiran: keuangan.
Idul Fitri selalu identik dengan pengeluaran
besar. Dari zakat fitrah, THR untuk keluarga, biaya mudik, hidangan spesial,
hingga oleh-oleh untuk sanak saudara, semuanya membutuhkan anggaran yang tidak
sedikit. Tak jarang, banyak orang terjebak dalam kondisi keuangan yang serba
sulit setelah Lebaran usai. Lalu, bagaimana cara menyiasatinya agar momen suci
ini tetap berkesan tanpa membuat dompet menjerit?
Salah satu
kuncinya adalah perencanaan. Sebelum Ramadhan tiba, ada baiknya kita sudah
menyusun anggaran khusus untuk Idul Fitri. Hitung dengan cermat apa saja yang benar-benar dibutuhkan dan pisahkan
antara kebutuhan dan keinginan. Baju baru, misalnya, memang menyenangkan, tapi
apakah benar-benar perlu? Jika masih ada pakaian yang layak dan bagus, mungkin
kita bisa mengalokasikan dana untuk keperluan lain yang lebih mendesak.
Selain itu, menetapkan prioritas sangat penting.
Zakat dan sedekah seharusnya menjadi yang utama dalam anggaran Lebaran.
Kewajiban ini tidak hanya menjadi bagian dari ibadah, tetapi juga memberikan
keberkahan dalam rezeki yang kita miliki. Setelah itu, barulah kita
mengalokasikan dana untuk kebutuhan lain seperti mudik atau keperluan rumah
tangga.
Jika memiliki keluarga besar di kampung, persiapan
amplop THR sering kali menjadi porsi pengeluaran terbesar. Untuk menyiasatinya,
kita bisa mengatur jumlah pemberian sesuai kemampuan tanpa harus memaksakan
diri. Menetapkan batas nominal per orang atau menggantinya dengan bentuk lain
seperti paket makanan atau barang kebutuhan juga bisa menjadi solusi agar tetap
berbagi tanpa mengganggu kestabilan keuangan.
Selain THR, biaya mudik juga harus dipertimbangkan
dengan matang. Mengingat perjalanan ke kampung halaman biasanya hanya dilakukan
setahun sekali, tentu rasanya tidak mungkin hanya pulang selama 2-3 hari. Biaya
akomodasi, transportasi, dan kebutuhan selama di kampung harus masuk dalam
perhitungan sejak awal agar tidak menguras tabungan setelah kembali dari mudik.
Memilih waktu keberangkatan yang lebih fleksibel atau mencari opsi transportasi
yang lebih ekonomis bisa membantu mengurangi pengeluaran.
Cara lain untuk menghemat pengeluaran adalah
dengan mencari alternatif yang lebih ekonomis. Misalnya, jika harga tiket mudik
melonjak tinggi, pertimbangkan opsi transportasi lain yang lebih terjangkau.
Jika ingin berbagi rezeki dengan keluarga, mungkin kita bisa menggantinya
dengan hal lain selain uang, seperti makanan atau barang yang lebih bermanfaat.
Yang tak kalah penting adalah menahan diri dari
godaan diskon. Setiap menjelang Lebaran, berbagai toko dan marketplace
menawarkan promo besar-besaran yang sering kali menggoda kita untuk membeli
barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Sebelum tergoda,
tanyakan kembali pada diri sendiri: apakah ini kebutuhan atau hanya keinginan
sesaat?
Idul Fitri adalah momen kebersamaan, bukan ajang
pamer kemewahan. Kesenangan sejati bukanlah tentang seberapa banyak yang kita
habiskan, tetapi tentang bagaimana kita merayakannya dengan penuh ketulusan dan
tanpa beban di kemudian hari. Dengan pengelolaan keuangan yang baik, kita bisa
menikmati Lebaran dengan hati yang lapang, tanpa perlu khawatir dengan tagihan
yang menumpuk setelahnya. []