Oleh: Siti Hajar
Oleh: Siti Hajar
Setiap pagi aku duduk. Kadang masih dengan rambut
acak dan segelas teh hangat yang belum sepenuhnya kuhirup. Jari-jariku mengetuk
papan ketik, kadang dengan semangat, kadang dengan ragu. Tapi aku tetap
menulis. Satu paragraf, dua, kadang sebuah artikel penuh terbit di blog-ku. Aku
tahu, mungkin tak banyak yang membacanya hari itu. Tapi aku tidak peduli.
Karena menulis bukan soal siapa yang membaca, tapi bagaimana aku hidup.
James Clear, dalam bukunya Atomic Habits,
menuliskan bahwa perubahan besar dalam hidup kita tidak lahir dari motivasi
yang meledak-ledak, melainkan dari kebiasaan kecil yang dibangun dengan
konsisten. Empat hukum utama dalam membentuk kebiasaan telah menjadi
panduan senyap dalam prosesku menulis dan belajar setiap hari: make it
obvious, make it attractive, make it easy, dan make it
satisfying.
Dan rupanya, aku menjalaninya bahkan sebelum aku
sadar bahwa namanya begitu.
1. Make it
Obvious – Membuatnya Jelas
Kebiasaan butuh
kejelasan. Bukan sekadar niat, tapi
pernyataan waktu dan tempat. Aku tidak menunggu inspirasi datang seperti hujan
jatuh dari langit. Aku menetapkan: setelah salat subuh, atau sebelum berangkat
kerja, aku akan duduk dan menulis. Bukan hanya di kepala, tapi juga kadang
kutulis di buku kecilku, sebagai pengingat.
Kejelasan inilah yang membedakan antara
"ingin" dan "melakukan". Kita semua ingin berkembang, ingin
produktif, ingin mahir menulis. Tapi hanya mereka yang menjadwalkan dan
memulai, yang benar-benar sampai di sana.
2. Make it
Attractive – Membuatnya Menarik
Aku tidak selalu menulis karena semangat. Ada
hari-hari di mana aku ingin menyerah. Tapi aku tahu, jika ingin tetap menulis,
aku harus membuatnya terasa menyenangkan. Maka aku ciptakan suasana yang
kusukai: teh panas, playlist instrumental, bahkan aroma eucalyptus di ruang
kerjaku.
Menulis menjadi ritual kecil yang kutunggu. Karena
kutahu, di balik aktivitas yang kadang melelahkan ini, ada hal yang lebih
besar: aku sedang memperbaiki caraku berpikir. Setiap tulisan membentuk narasi
baru dalam kepalaku—membuatku belajar, bertanya, dan memahami sesuatu lebih
dalam.
3. Make it
Easy – Membuatnya Mudah
Dulu aku
berpikir, jika belum menulis seribu kata, berarti belum produktif. Tapi Atomic Habits mengajarkan hal
berbeda: konsistensi lebih penting dari intensitas. Maka aku menurunkan
ekspektasi: satu paragraf pun tak apa, asal terus menulis.
Aku memulai dari yang sederhana. Aku tidak memaksa
diriku membuat karya agung setiap hari. Yang penting: aku hadir. Duduk, membuka
laptop, dan membiarkan satu kalimat mengalir. Kadang memang harus dipaksa. Tapi
saat sudah mulai, tak terasa jam berganti. Yang sulit itu selalu di
awal.
4. Make it
Satisfying – Membuatnya Memuaskan
Setiap kali artikelku tayang di blog, rasanya
seperti memberi tanda centang di hati. Bukan karena banyak yang membaca.
Kadang, statistik pembacanya hanya belasan. Tapi aku tahu, aku berhasil hadir
hari ini—dan itu cukup.
Rasa puas bukan berasal dari tepuk tangan orang
lain, tapi dari kesadaran bahwa aku terus bertumbuh. Bahwa tulisan ini telah
mengajak otakku bekerja. Dan karena menulis juga menuntut membaca, aku pun
terus membuka jendela wawasan baru. Pelan tapi pasti, skill-ku meningkat. Bukan
hanya skill menulis, tapi juga skill berpikir, berempati, dan menyusun ide.
Hari ini, aku tahu, aku sedang membangun pola.
Bukan mengejar motivasi yang fluktuatif, tapi sistem kecil yang terus
kuperbaiki. Kadang tergelincir, kadang melewatkan satu dua hari, tapi aku
selalu kembali. Karena aku percaya, jika ingin berubah, jangan berharap pada
semangat. Bangunlah sistem yang membuatmu tetap bergerak, meski semangat sedang
tertidur.
Menulis setiap hari mungkin tampak sederhana. Tapi ia bisa menjadi fondasi kuat yang mengubah hidup—satu paragraf pada satu waktu. []