Oleh: Siti Hajar
Ada yang tak banyak orang tahu tentang prosesku
menulis di sitihajarinspiring.com. Di balik satu-dua artikel yang terbit
hampir setiap hari, ada pagi yang enggan, ada malam yang terlalu sunyi, dan ada
diri yang harus duduk, bahkan saat hati tak sepenuhnya ingin. Menulis telah
menjadi bagian dari hidupku—dan aku mencintainya. Tapi, mencintai tak selalu
berarti mudah.
Aku pernah percaya bahwa karya yang baik hanya
lahir dari mood yang baik. Bahwa aku perlu merasa penuh inspirasi dulu sebelum
bisa merangkai kalimat yang layak dibaca orang. Tapi semakin lama aku menekuni
proses ini, aku justru belajar sebaliknya. Mood memang membantu, tapi dia tak
bisa diandalkan. Kadang dia hadir seperti tamu tak diundang yang membawa
hadiah, tapi lebih sering dia absen saat aku benar-benar membutuhkannya.
Lalu aku menemukan Atomic Habits, buku yang
tak hanya bicara tentang perubahan, tapi tentang bagaimana membangunnya dalam
kehidupan nyata. Di sanalah aku bertemu satu kalimat yang menampar
dengan lembut: “You do not rise to the level of your goals. You fall to the
level of your systems.” Dan sistem, dalam kasusku, adalah rutinitas menulis
yang kugarap perlahan, hari demi hari.
Menulis setiap hari bukan tentang mengejar
produktivitas kosong. Ini soal membentuk siapa aku. Setiap artikel yang terbit
bukan sekadar konten, tapi jejak dari satu keputusan kecil yang kupilih untuk
terus berjalan—bahkan saat aku tidak merasa ‘on’. Bahkan ketika aku ingin
menyerah dan bilang: “Nanti aja nulisnya, lagi nggak mood,” aku tahu satu hal:
kalau aku terus tunduk pada mood, aku akan kehilangan pola yang susah payah
kubangun.
Dan aku terus menulis, meski aku sadar tidak
setiap hari orang membuka blog-ku. Tapi aku tidak peduli. Yang penting aku
menulis. Menulis saja, tanpa merasa sedih jika hanya sedikit pembacanya. Karena
alasan aku menulis bukan hanya sekadar ingin bermanfaat bagi siapa yang mampir
dan membaca—tapi lebih dari itu: ini soal bagaimana otakku bekerja. Soal
bagaimana aku bisa merasa hidup.
Menulis memaksaku berpikir. Dan untuk menulis
sesuatu yang layak, aku harus membaca banyak. Aku harus menelusuri
artikel-artikel, mencocokkannya dengan isi kepala dan rasa di hati. Aku menata
ulang kata demi kata, bukan sekadar untuk tampil pintar, tapi agar bisa
menyampaikan sesuatu yang asik dibaca, sekaligus memberi napas pada orang lain
yang membacanya.
Pola itu bukan sistem kaku yang membuatku
kelelahan, tapi seperti jalan setapak yang sudah kukenal di luar kepala. Ia
membuatku bisa tetap berjalan meski kabut menyelimuti hari. Aku tahu ke mana
arahku, walau kadang langkah terasa berat.
Aku tidak ingin jadi orang yang hanya produktif
saat semangat. Aku ingin jadi orang yang konsisten karena telah memilih sistem
yang masuk akal dan menyatu dalam hidupku. Aku ingin jadi orang yang menulis
bukan karena mood sedang baik, tapi karena menulis adalah siapa aku sekarang.
Atomic Habits mengajarkan bahwa perubahan besar bukan hasil
dari keputusan besar, tapi dari akumulasi pilihan-pilihan kecil yang dilakukan
berulang. Menulis setiap hari bukan tentang inspirasi besar yang meledak-ledak,
tapi tentang komitmen kecil yang terus menyala meski tak ada sorak-sorai.
Dan aku di sini, masih belajar. Kadang masih
lelah. Kadang masih harus memaksa duduk. Tapi aku tahu: satu artikel lagi akan
terbit. Satu kebiasaan lagi mengakar. Satu jati diri lagi tumbuh lebih kuat.
Karena aku percaya, perubahan sejati bukan soal
motivasi. Tapi soal pola yang tak pernah menyerah.
Teman-teman ini belumlah menjadi keberhasilan yang
layak aku banggakan. Berharap suatu saat ini tidak akan menjadi sia-sia. Sampai
saat ini pun aku masih belajar menulis. Belajar menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Tentu ini tidak mudah dan aku tidak akan menyerah.
Jika suatu saat aku tidak menulis lagi. ingatkan aku tentang ini teman-teman, kalian pembaca setiaku. Terima kasih atas ragam support yang kalian berikan. Aku masih terkesan malu-malu, karena pada dasarnya aku masih belum terlalu percaya diri. Semua karena aku belum merasa tampil sebagai penulis versi terbaikku. []