Aku, ENFP Si Jiwa Bebas yang Sedang Belajar Bertumbuh

 

Oleh: Siti Hajar

Mengenal diri adalah perjalanan yang panjang, kadang menyenangkan, kadang menyakitkan. Di zaman ini, banyak orang mencoba lebih sadar akan siapa dirinya—bukan hanya lewat terapi atau refleksi spiritual, tapi juga melalui alat bantu seperti MBTI.

MBTI, atau Myers-Briggs Type Indicator, adalah sebuah klasifikasi kepribadian yang disusun berdasarkan teori psikologi Carl Jung dan dikembangkan oleh Isabel Briggs Myers dan ibunya, Katharine Cook Briggs. Dalam sistem ini, setiap individu dibagi menjadi 16 tipe kepribadian berdasarkan empat dimensi: cara kita mendapatkan energi (Ekstrovert/Introvert), cara kita memproses informasi (Sensing/Intuition), cara kita membuat keputusan (Thinking/Feeling), dan cara kita menjalani hidup (Judging/Perceiving).

Aku termasuk dalam tipe ENFPExtraversion, Intuition, Feeling, Perceiving. Tipe yang sering disebut sebagai "The Campaigner" atau "The Inspirer". Orang-orang ENFP dikenal sebagai sosok yang optimis, penuh semangat, kreatif, suka berjejaring, dan sangat peduli pada nilai dan makna hidup. Tapi seperti semua tipe kepribadian lainnya, ENFP juga punya tantangan dan bayang-bayangnya sendiri.

Tes MBTI ini tidak memberikan vonis, hanya cermin. Ia menyodorkan serangkaian pertanyaan yang perlu dijawab dengan jujur. Dan jika saat membaca hasilnya kamu merasa, “ini aku banget,” maka besar kemungkinan memang di situlah kamu berada—dengan segala kelebihan dan sisi-sisi yang butuh kamu sadari, rawat, dan kelola agar hidupmu bisa berdampingan dengan lebih tenang di tengah keberagaman kepribadian lain.

Aku adalah seorang ENFP. Mungkin kalau orang mendeskripsikan aku, mereka akan bilang aku penuh semangat, suka berbicara, punya segudang ide, dan kadang terlalu cepat tertarik pada hal baru. Kadang mereka bilang aku inspiratif, kadang juga terlalu berisik. Aku tidak keberatan. Aku tahu itu bagian dari aku—bagian dari cara aku merayakan hidup.

Sejak kecil, aku menyukai banyak hal. Mataku bisa berbinar hanya karena melihat bunga tumbuh di sela aspal, atau karena mendengar seseorang bercerita dengan jujur tentang hidupnya. Aku gampang terharu, tapi juga mudah meloncat dari satu ide ke ide lainnya. Hari ini aku ingin menulis buku, besok aku ingin jadi pengajar traveling, dan lusa aku tiba-tiba berpikir tentang bisnis parfum dari minyak nilam, sementara keinginanku menjadi psikolog semakin bergelora.

Itulah aku. Penuh kemungkinan. Namun, menjadi ENFP juga berarti belajar berdamai dengan sisi-sisi yang tak selalu mudah.

Aku sering merasa kehilangan arah di tengah jalan. Proyek yang dimulai dengan penuh cinta, kadang berakhir jadi file yang tak dibuka lagi. Aku cepat bosan, cepat ingin berpindah. Aku terlalu bersemangat di awal, lalu kehilangan napas sebelum garis akhir. Kadang aku merasa gagal. Tapi semakin ke sini, aku sadar: mungkin bukan gagal, mungkin aku hanya perlu belajar cara berhenti sejenak, dan kembali memeluk satu hal sampai selesai.

Aku juga sedang belajar untuk tidak hanya menjadi cahaya bagi orang lain, tapi juga rumah bagi diriku sendiri. Aku belajar untuk berkata "tidak" saat aku lelah, dan berkata "cukup" ketika aku terlalu ingin menyenangkan semua orang.

Ternyata, menjadi ENFP bukan berarti harus selalu terbang tinggi. Kadang, aku butuh mendarat. Butuh akar. Butuh rutinitas. Dan itu tidak membuatku kehilangan diriku—justru membuatku semakin mengerti siapa aku sebenarnya.

Hari ini aku menulis. Di usiaku sekarang, aku menyadari banyak hal yang selama ini aku redam. Semangat tinggi yang dulu berapi-api, kini pelan-pelan mulai bernafas lebih tenang. Aku mulai menikmati hal-hal sederhana yang membuatku benar-benar senang. Sesuatu yang reflektif—seperti menulis jurnal harian, atau menulis di blog. Menulis membuatku lebih fokus, membuat pikiranku tidak mengawang-ngawang ke mana-mana. Ada ketenangan yang tidak bisa aku jelaskan, saat aku duduk sendiri, menulis apa yang aku rasakan.

Memang tidak mudah menjadi ENFP. Aku sebenarnya tidak terlalu ekstrovert. Aku butuh keramaian, tetapi beberapa kali aku juga membencinya. Aku kerap menyesal setelah bicara terlalu banyak. Sangat merasa aku mengucapkan sesuatu tidak pada tempatnya. Semua karena aku terlalu antusias. Karena aku ingin terhubung, terlalu cepat dan terlalu kuat.

Hari ini aku menulis. Mungkin besok aku akan melakukan hal berbeda. Tapi satu yang aku tahu, aku ingin tetap hidup dengan hati yang menyala. Aku ingin terus belajar mencintai hidup ini dengan penuh makna, bukan hanya karena semua terasa seru, tapi karena aku memilih untuk hadir sepenuhnya.

Terima kasih buat kalian, teman-temannya aku. Bestie-bestie-nya aku yang sudah memahami aku model teman yang seperti apa. Mohon maaf saat dalam berinteraksi kadang aku banyak melakukan kesalahan. Pastinya karena aku orang sangat bersemangat dan terburu-buru dan gegabah. Maaf ya!

Aku, ENFP. Jiwa bebas yang sedang belajar bertumbuh. Dan itu sudah cukup indah untuk sekarang. Alhamdulillah ya Allah, atas segala nikmat yang Engakau beri untukku dan keluargaku serta orang-orang terdekatku. []

Lebih baru Lebih lama