Oleh: Siti Hajar
Ada sebuah pepatah yang sering kita dengar sejak dulu, “Berteman dengan penjual parfum, kita akan ikut harum. Berteman dengan pandai besi, kita bisa ikut berjelaga.” Klise, barangkali. Tapi nyatanya, pepatah ini mengandung kebenaran yang dalam. Di luar faktor genetika yang kita warisi dari orang tua—warna mata, bentuk wajah, hingga kecenderungan temperamen—ada satu hal besar yang turut membentuk kita tanpa kita sadari: lingkungan.Dan lingkungan itu, salah satunya, bernama
pertemanan.
Circle pertemanan adalah cermin kecil dari dunia
yang kita masuki setiap hari. Teman-teman yang kita pilih, atau yang hadir
dalam hidup kita karena situasi tertentu—di sekolah, tempat kerja, komunitas,
bahkan media sosial—menjadi bagian dari sistem nilai yang perlahan-lahan kita
serap. Kita menyerap bahasa mereka, cara bercanda mereka, bahkan logika
berpikir mereka. Tanpa sadar, kita mulai memfilter dunia melalui cara pandang
mereka.
Coba ingat kembali masa remaja. Di masa itu,
betapa besar pengaruh teman dalam membentuk gaya bicara, selera berpakaian,
hingga keputusan besar seperti memilih jurusan kuliah. Kita banyak belajar,
bukan hanya dari buku atau guru, tapi dari obrolan kecil, konflik ringan, dan
kebersamaan yang sederhana. Circle pertemanan saat itu tidak hanya menjadi
tempat kita mencari tawa dan hiburan, tetapi juga menjadi laboratorium kecil
tempat kita belajar empati, marah, memaafkan, dan mengambil keputusan.
Apa yang sering dilakukan oleh circle kita akan
menjadi kebiasaan kita juga. Jika kita berada di tengah orang-orang yang gemar
berdiskusi dengan dalam, terbiasa membaca, dan berpikir kritis, maka kita pun
akan terbentuk menjadi pribadi yang reflektif dan bijak. Sebaliknya, jika kita
berada di antara orang-orang yang mudah menghakimi, terbiasa meremehkan, dan
melihat hidup secara hitam-putih, maka bisa jadi kita juga akan menjadi
demikian, walau tak kita sadari.
Lingkungan sosial seperti ini bukan hanya
memengaruhi apa yang kita pikirkan, tetapi bagaimana kita berpikir. Apakah kita
terbiasa mempertimbangkan sisi lain dari sebuah masalah? Apakah kita memberi
ruang bagi orang lain untuk berbeda pendapat? Apakah kita cenderung menyalahkan
atau mencari solusi? Semua itu terbentuk dari interaksi harian bersama
orang-orang terdekat.
Dalam jangka panjang, kebiasaan kecil yang kita
jalani bersama circle pertemanan akan membentuk cara kita bertindak. Kita
belajar apakah memberi itu penting, apakah mendengarkan itu perlu, dan apakah
menjadi jujur itu berani. Dari situ, tumbuhlah satu nilai yang sulit diukur
tapi terasa dalam tindakan: kebijaksanaan.
Maka tak berlebihan jika kita mulai mengevaluasi:
dengan siapa kita paling banyak menghabiskan waktu? Apakah mereka orang-orang
yang menumbuhkan kita, atau justru menggerogoti nilai-nilai yang kita junjung?
Apakah mereka membiarkan kita tumbuh menjadi diri yang lebih baik, atau
mendorong kita untuk menjadi versi lain yang tidak kita kenal?
Pada titik ini, peran orang tua menjadi sangat
penting—terutama di masa-masa anak sedang membentuk identitas diri. Menasihati
anak soal memilih teman bukan berarti memaksa atau mengatur dengan kaku. Tapi
lebih kepada membimbing dengan cara yang bijak, penuh contoh nyata, dan dialog
yang sehat. Ajarkan anak bahwa teman yang baik akan membawa kita menjadi
pribadi yang baik. Teman yang suka berkata jujur, bersikap sopan, punya
semangat belajar, dan saling mendukung—itulah yang pantas dipertahankan.
Sebaliknya, teman yang membenarkan perilaku buruk, menertawakan kebodohan, atau
menjerumuskan dalam pergaulan yang merusak, patut diwaspadai.
Orang tua tidak bisa memilihkan teman untuk
anak-anak mereka, tapi orang tua bisa menjadi cermin pertama: bagaimana ia
bersikap terhadap orang lain, bagaimana ia menjaga pertemanannya sendiri, akan
diam-diam ditiru oleh sang anak. Maka, sebelum kita mengajarkan anak untuk
mencari teman yang baik, jadilah sahabat yang baik bagi anak itu sendiri.
Dengarkan, pahami, dan libatkan mereka dalam proses bertumbuh—termasuk dalam
hal membangun relasi.
Pada akhirnya, kepribadian bukan hanya hasil
cetakan genetik. Ia adalah mosaik dari interaksi harian, dari nilai-nilai yang
kita serap, dan dari circle pertemanan yang memberi kita ruang untuk
bertumbuh—atau tidak.
Jadi, siapa teman terdekatmu? Dan bagaimana mereka membentukmu hari ini?[]