Oleh: Siti Hajar
Dalam setiap
pertemuan yang melibatkan hidangan, meja makan bukan hanya tempat untuk
menikmati sajian, tapi juga cermin dari siapa kita. Manner di meja makan adalah bentuk paling sederhana dari
penghormatan dan ini menunjukkan dari kelas mana kita berasal
Mari kita mulai
dari yang paling mendasar—menahan diri sebelum menyentuh makanan. Di banyak
budaya, termasuk tradisi Aceh, tamu diajarkan untuk tidak menyentuh makanan
sebelum tuan rumah menyilakan. Ini bukan semata tentang sopan santun, melainkan
simbol penghargaan terhadap peran tuan rumah sebagai penyambut. Menyegerakan
diri makan sebelum disilakan bisa menciptakan kesan rakus atau tergesa, yang
tentu akan menciderai suasana.
Saat hidangan
telah tersaji, pilihlah alat makan yang sesuai. Sendok dan garpu umumnya
digunakan dalam sajian barat atau modern, sedangkan pisau hanya digunakan untuk
memotong, bukan untuk menyuap makanan. Untuk makanan tradisional, jika
disediakan sendok, maka gunakanlah sendok. Jika tidak, gunakan tangan kanan,
sebab dalam banyak nilai budaya dan agama, tangan kanan melambangkan
kehormatan. Hindari menyentuh makanan dengan tangan kiri, kecuali memang ada
kebutuhan khusus dan disampaikan secara terbuka.
Berikutnya, ambil
makanan secukupnya dan yang terdekat terlebih dahulu. Jika tergoda ingin
mencicipi hidangan yang posisinya jauh, mintalah tolong dengan sopan kepada
teman yang lebih dekat. Jangan mencondongkan badan atau menggapai-gapai piring
dari ujung meja. Ini bukan hanya soal estetik, tapi juga menjaga ruang gerak orang
lain tetap nyaman.
Jika kamu belum
yakin akan rasa suatu makanan, ambil sedikit dulu. Tak perlu malu mengaku belum
pernah mencoba, dan tak ada salahnya mencicipi. Namun, jika ternyata rasanya
tidak sesuai dengan selera, jangan terburu-buru melepeh. Gunakan cara yang
berkelas—ambil tisu, tutup mulut perlahan, lalu keluarkan makanan secara
diam-diam. Biarlah ini menjadi rahasia antara kamu dan tisu itu, bukan tontonan
umum.
Makanlah
perlahan, kunyah dengan tenang. Suara saat mengunyah bisa sangat mengganggu,
apalagi di ruang makan yang hening. Suara gluk…gluk… saat meneguk minuman juga
sebaiknya dihindari. Bahkan dalam tata cara minum yang dianjurkan dalam Islam,
seseorang membaca Bismillah sebelum minum, lalu meneguk dalam tiga kali
tegukan, dan menutupnya dengan Alhamdulillah. Jika ingin minum lagi,
ulangi cara yang sama. Ini bukan hanya spiritualitas yang elegan, tetapi juga
menyehatkan tubuh dan ini sunnah.
Jika makanan
tumpah, segera bersihkan. Jangan tunggu pelayan atau tuan rumah bereaksi. Ambil
serbet atau kain lap, bersihkan area tersebut dengan tenang, dan jangan
memperbesar insiden kecil itu menjadi pusat perhatian. Tanggung jawab kecil
seperti ini menunjukkan kedewasaan sosial seseorang.
Dalam budaya
Aceh dan beberapa tradisi lainnya, tamu tidak boleh mengakhiri makan lebih dulu
dari tuan rumah, apalagi jika makan di meja yang sama. Ini bentuk penghargaan
bahwa sang tuan rumah tidak merasa makanannya ditolak atau tidak memuaskan.
Idealnya, akhiri makan bersama atau sesaat setelah tuan rumah selesai.
Uniknya, dalam
etiket makan lintas budaya, ada perbedaan soal menyisakan makanan. Di
beberapa negara Asia Timur seperti Tiongkok, menyisakan sedikit makanan bisa
berarti "saya sudah kenyang dan puas", sedangkan di sebagian besar
negara Barat, menghabiskan semua makanan justru dianggap sebagai bentuk
penghormatan, bahwa makanan tersebut sangat enak dan dihargai sepenuhnya. Maka,
pahamilah budaya tempat kamu berada.
Lalu, bagaimana
dengan berbicara saat makan? Beberapa adat menganjurkan untuk makan dalam
keheningan, sebagai bentuk khusyuk dan menghormati rezeki. Namun, dalam budaya
yang lebih fleksibel, berbicara sambil makan diperbolehkan, asalkan topiknya
ringan, bermanfaat, dan tidak membangkitkan emosi negatif. Tentu saja, hindari bercanda
berlebihan atau tertawa keras-keras. Selain tidak sopan, juga berisiko
tersedak, dan bisa mengacaukan suasana makan yang sudah tertata rapi.
Akhirnya, manner di meja makan bukan soal gengsi, protokoler, atau tampil anggun di depan kamera. Manner adalah tentang kesadaran. Kesadaran bahwa makanan adalah berkah, bahwa tuan rumah adalah penyambut yang tulus, dan bahwa teman makan adalah rekan yang layak dihargai. Jika semua orang duduk di meja dengan adab ini, maka makan bukan hanya soal perut yang kenyang, tetapi hati yang penuh hormat. []