Oleh: Siti Hajar
Versiku…
Manusia hidup dalam
kelalaian, waktu seakan berjalan sangat cepat. Hari terus berganti menjadi
bulan. Bulan berganti menjadi tahun, tahun berlalu begitu saja. Hingga usia
kita menjadi lebih banyak hitungannya saat ini. Kita sudah mulai tua.
Kini usiaku
sudah lebih dari 40 tahun.
Usia yang tak
pernah kupikir akan begitu menggetarkan jiwa saat benar-benar sampai di
ambangnya. Aku merasa hidupku tak lama lagi. Dua orang saudaraku wafat di usia
37 tahun. Allah tidak memberi mereka rahmat untuk memasuki usia bahkan 40 tahun.
Namun, aku telah Allah beri bonus sampai dengan angka yang sekarang. Ini bukan
sekadar tambahan waktu, ini adalah peringatan.
Peringatan untuk
tidak menyia-nyiakan waktu terlalu banyak di dunia. Sesungguhnya dunia ini
hanya sebentar. Sekejap saja, ibarat perjalanan hanya untuk singgah sebentar,
yang kemudian kita akan segera meninggalkan dunia yang fana ini.
Ini bukan
sekadar mengingat usia, yang beranjak kian senja, ini awal pertanggungjawaban.
Mempertanggungjawabkan semua hari-hari yang telah terlewati.
Sungguh naif
jika apa yang kulakukan kini hanya untuk mengejar dunia. Aku tidak menyibukkan
diri untuk akhirat. Betapa aku menjadi manusia yang merugi. Padahal setiap
napas adalah utang. Setiap hari adalah penanda bahwa aku semakin dekat, bukan
kepada cita-cita duniawi, tapi kepada perjumpaan yang pasti—dengan Tuhan yang
menciptakanku.
Ada banyak kisah
tentang usia 40 tahun. Moment ini bukan sembarang angka. Rasulullah ď·ş diangkat
menjadi Rasul oleh Allah dalam usia 40 tahun.
Dalam budaya
Aceh dulu, seseorang baru boleh menjadi keuchik, tuha peut, atau tuha
lapan jika usianya sudah 40 tahun. Karena usia ini bukan hanya soal fisik
yang matang, tapi jiwa yang seharusnya telah tajam mengenali arah. Cerita Bapakku
dulu.
Di masyarakat
Aceh, bahkan ada sentilan yang tajam tapi penuh makna: "Thee droe umu
ka 40 thon."Tahu diri—kalau umur sudah 40 tahun. Artinya: seharusnya,
jika engkau telah sampai pada usia ini, maka sadarilah siapa dirimu di hadapan
Allah. Apa yang tujuan Allah yang sebenarnya menciptakan kita manusia menjadi
hambanya.
“Tidak kuciptakan
jin dan manusia selain untuk menyembahku,” kata Allah
Di usia 40
tahunn, inilah karakter seseorang ditetapkan. Jika selama ini ia membiasakan
kebaikan, maka kebaikan itu akan menjadi bagian dari dirinya. Sebaliknya, jika
hidupnya diisi dengan kelalaian dan dosa, maka itulah yang bisa menetap jika
tidak segera bertaubat. Tapi jangan pernah putus asa.
Namun, hidayah
Allah datang kapan saja. Kadang lewat jalan yang tak kita duga, kadang lewat
rasa kehilangan, rasa bersalah, atau kesadaran yang datang diam-diam di tengah
malam.
Dalam Al-Qur’an,
Allah mengabadikan momen usia 40 tahun dalam satu doa yang luar biasa dalam
Surah Al-Ahqaf ayat 15. Doa ini bukan sekadar bacaan, tapi cerminan perjalanan
ruhani seseorang yang telah menapaki banyak fase hidup dan akhirnya sampai pada
titik balik:
"Hingga
apabila dia telah dewasa dan mencapai umur empat puluh tahun, dia berdoa: ‘Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat amal saleh
yang Engkau ridhai; dan berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri.’"
(Surah Al-Ahqaf: 15)
Di dalam doa
ini, tersirat lima permintaan besar yang menjadi fondasi hidup setelah
usia 40 tahun:
1. Bimbingan
untuk Bersyukur. "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat-Mu..."
Bukan sekadar berkata Alhamdulillah, tapi sungguh-sungguh merasakan
bahwa apa pun yang kita miliki bukan milik kita. Syukur yang sejati akan
melahirkan kerendahan hati dan menjauhkan kita dari kesombongan.
2. Syukur
atas Perjuangan Orang Tua. "...yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada kedua orang tuaku..." Pada titik ini, kita sadar bahwa kita ada
bukan karena kita kuat, tapi karena ada doa, kerja keras, dan peluh orang tua.
Di usia 40, barulah kita benar-benar paham pengorbanan mereka.
3. Amal Saleh
yang Diridhai. "...dan agar aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau
ridhai..."
Bukan hanya banyak beramal, tapi beramal yang benar dan ikhlas. Yang membawa
ridha, bukan pujian. Yang diam-diam menambah berat timbangan, bukan sekadar
menggugurkan kewajiban.
4. Kebaikan
untuk Anak-Cucu. "...dan berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku...". Doa ini menyadarkan kita bahwa hidup
bukan hanya tentang diri sendiri. Kita ingin anak-anak kita mendapatkan
kebaikan, bukan hanya lewat fasilitas, tapi lewat warisan nilai yang baik.
5. Taubat dan
Penyerahan Diri. "Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri." Karena siapa dari kita yang
tak pernah keliru? Usia ini adalah waktu terbaik untuk kembali. Saat dunia
sudah tak terlalu menggoda dan hati mulai tahu arah pulang.
Di sini aku
ingin mengingatkan kamu—siapa pun yang sedang mendekati usia 40 tahun—persiapkan
dirimu. Jangan sampai saat usia itu tiba, kita masih melakukan hal-hal yang
jauh dari agama. Jangan biarkan usia dewasa hanya tampak dari uban dan tubuh
yang melemah, sementara jiwa tetap sibuk dengan dunia yang fana.
Dan bagi kamu
yang telah melampaui usia 40 tahun, sadarilah bahwa waktu kita semakin dekat
menuju negeri akhirat. Siapkan bekal ke sana. Perbaiki dan tingkatkan ibadah.
Biasakan amalan-amalan kecil yang menambah tabungan pahala. Tinggalkan hal-hal
yang sia-sia: bergunjing, membuka aib orang, merasa senang saat orang lain
tertimpa musibah, atau mendoakan keburukan bagi saudaramu. Na’uzubillahi min
dzalik.
Semoga kita menjadi
hamba Allah, yang selalu meminta ampun dan Allah beri kesempatan bertaubat atas
dosa masa lalu.
“Ya Allah,
berikan kami kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jauhkan kami dari api neraka.
Jadikan usia 40 kami sebagai awal kematangan, bukan awal kealpaan. Aamiin.” []