5 adab Makan dalam Islam untuk Sehat, serta Bentuk Rasa Syukur

 

Oleh: Siti Hajar

Dalam kehidupan seorang Muslim, makan bukan hanya soal memenuhi rasa lapar, tetapi ia  ibadah, pengingat, jalan menuju kesehatan dan syukur kepada Sang Pemberi Rezeki.

Islam mengajarkan adab dan aturan makan yang tidak hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga menyentuh hati. Lima aturan makan ini tampak sederhana, namun jika dijalani dengan kesadaran, bisa mengubah hubungan kita dengan makanan—bahkan dengan Sang Pencipta.

1. Mengawali dengan Bismillah, Mengakhiri dengan Alhamdulillah

Setiap suapan sebaiknya dimulai dengan “Bismillah.” Bukan sekadar ucapan, melainkan sebuah peneguhan bahwa kita makan dengan izin Allah, dan bahwa makanan ini bukan semata hasil kerja kita, melainkan karunia-Nya.

Setelah selesai, kita diajarkan untuk mengucapkan “Alhamdulillah.” Sebuah bentuk syukur karena tubuh telah diberi asupan, karena kita tidak sedang kelaparan, dan karena masih diberi nikmat untuk menikmati rasa. Rasa lezat dan perut yang terisi.

Syukur semacam ini akan semakin terasa dalam bulan Ramadhan, saat kita menahan lapar seharian. Kala adzan Magrib berkumandang, air putih dan sesuap kurma terasa lebih nikmat dari makanan mewah manapun. Maka Alhamdulillah itu datang bukan dari lisan, tapi dari kedalaman hati. Saat itu juga akan bertambah Syukur kita kala memabayangkan anak-anak kdi Gaza Palestina berhari-hari tanpa makanan. Tidak jarang air bersih pun jauh dari jangkauan mereka. Subhanallah.

2. Makan dengan Tangan Kanan dan dari yang Terdekat

Rasulullah ﷺ memberi teladan untuk makan dengan tangan kanan dan mengambil dari bagian yang terdekat. Ini melatih kesopanan, kesadaran, dan menghindarkan diri dari kerakusan. Di bulan Ramadhan, ketika sahur dan berbuka dilakukan bersama keluarga, adab ini melahirkan keharmonisan. Dan dalam keseharian, adab ini menjadikan makan bukan ajang rebutan, melainkan momen saling menghormati.

Ada yang mengatakan jika ingin melihat karakter seseorang, lihatlah seperti apa dia menikmati makanan. Hem … jangan sampai label “rakus’ melekat dalam diri kita.

 

3. Tidak Berlebihan

Islam melarang kita makan berlebihan. Ayatnya tegas: “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31). Makan secukupnya adalah kunci sehat, dan Rasulullah bahkan menyarankan: sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air, dan sepertiga untuk udara.

Saat berpuasa, kita belajar menahan diri. Tak sedikit yang berkata, “Saya tak kuat puasa,” padahal setelah mencobanya, tubuh terasa lebih ringan, pikiran lebih jernih. Bahkan, puasa Senin dan Kamis yang dianjurkan Rasulullah menjadi salah satu cara untuk melatih tubuh dan jiwa agar tidak diperbudak nafsu makan.

4. Memilih yang Halal dan Thayyib

Islam tidak hanya menyuruh kita menghindari yang haram, tapi juga memilih yang thayyib—yakni yang bersih, baik, sehat, dan tidak membahayakan tubuh. Makanan yang kita masukkan ke dalam tubuh akan menjadi bagian dari darah dan daging kita. Maka, menjaga asupan berarti menjaga ibadah kita. Sebab, makanan haram dapat menjadi penghalang terkabulnya doa.

Puasa mendidik kita untuk lebih teliti. Ketika lapar, kita tidak asal makan. Kita mencari yang terbaik, bahkan yang paling sederhana tapi halal terasa lebih memuaskan dibanding makanan mewah yang meragukan.

5. Makan Bersama dan Berbagi

Rasulullah mengajarkan bahwa makanan untuk dua orang cukup untuk tiga, bahkan empat. Artinya, berkah itu terasa saat kita berbagi. Dalam Ramadhan, semangat berbagi menjadi nyata dalam bentuk sedekah makanan, takjil gratis, dan buka puasa bersama.

Dan di luar Ramadhan pun, semangat itu dilatih lewat puasa sunnah Senin dan Kamis. Ketika kita menahan diri dari makan, kita bisa merasakan sedikit saja dari apa yang dialami oleh saudara-saudara kita yang kekurangan. Dari sanalah, tumbuh empati dan keinginan untuk berbagi.

Makan dengan Kesadaran, Berpuasa dengan Syukur

Islam mengajarkan bahwa makan bukan hanya kebutuhan jasmani, tapi juga sarana mendekatkan diri pada Allah. Dengan menjalankan lima aturan makan ini—membaca Bismillah, makan dengan adab, tidak berlebihan, memilih yang halal, dan berbagi—kita menjaga tubuh, menyehatkan jiwa, dan menumbuhkan rasa syukur.

Dan lewat puasa, baik yang wajib di bulan Ramadhan maupun yang sunnah setiap Senin dan Kamis, kita diajak untuk merasakan lapar, agar tahu nikmatnya kenyang, dan agar kita tak lupa bahwa di balik setiap butir nasi, ada kasih sayang dari Sang Maha Pencipta-Al Khaliq. Waallahu ‘alam bissahawab. []

Lebih baru Lebih lama