Oleh: Siti Hajar
Dalam kehidupan seorang Muslim,
makan bukan hanya soal memenuhi rasa lapar, tetapi ia ibadah, pengingat, jalan menuju kesehatan dan
syukur kepada Sang Pemberi Rezeki.
Islam mengajarkan adab dan aturan
makan yang tidak hanya menyehatkan tubuh, tetapi juga menyentuh hati. Lima
aturan makan ini tampak sederhana, namun jika dijalani dengan kesadaran, bisa
mengubah hubungan kita dengan makanan—bahkan dengan Sang Pencipta.
1. Mengawali dengan Bismillah,
Mengakhiri dengan Alhamdulillah
Setiap suapan sebaiknya dimulai
dengan “Bismillah.” Bukan sekadar ucapan, melainkan sebuah peneguhan bahwa kita
makan dengan izin Allah, dan bahwa makanan ini bukan semata hasil kerja kita,
melainkan karunia-Nya.
Setelah selesai, kita diajarkan
untuk mengucapkan “Alhamdulillah.” Sebuah bentuk syukur karena tubuh telah
diberi asupan, karena kita tidak sedang kelaparan, dan karena masih diberi
nikmat untuk menikmati rasa. Rasa lezat dan perut yang terisi.
Syukur semacam ini akan semakin
terasa dalam bulan Ramadhan, saat kita menahan lapar seharian. Kala
adzan Magrib berkumandang, air putih dan sesuap kurma terasa lebih nikmat dari
makanan mewah manapun. Maka Alhamdulillah itu datang bukan dari lisan, tapi
dari kedalaman hati. Saat itu juga akan bertambah Syukur kita kala
memabayangkan anak-anak kdi Gaza Palestina berhari-hari tanpa makanan. Tidak
jarang air bersih pun jauh dari jangkauan mereka. Subhanallah.
2. Makan dengan Tangan Kanan
dan dari yang Terdekat
Rasulullah ﷺ memberi teladan
untuk makan dengan tangan kanan dan mengambil dari bagian yang terdekat. Ini
melatih kesopanan, kesadaran, dan menghindarkan diri dari kerakusan. Di bulan
Ramadhan, ketika sahur dan berbuka dilakukan bersama keluarga, adab ini
melahirkan keharmonisan. Dan dalam keseharian, adab ini menjadikan makan bukan
ajang rebutan, melainkan momen saling menghormati.
Ada yang mengatakan jika ingin
melihat karakter seseorang, lihatlah seperti apa dia menikmati makanan. Hem …
jangan sampai label “rakus’ melekat dalam diri kita.
3. Tidak Berlebihan
Islam melarang kita makan
berlebihan. Ayatnya tegas: “Makan dan minumlah, tetapi jangan
berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31). Makan secukupnya adalah kunci sehat,
dan Rasulullah bahkan menyarankan: sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk
air, dan sepertiga untuk udara.
Saat berpuasa, kita belajar
menahan diri. Tak sedikit yang berkata, “Saya tak kuat puasa,” padahal setelah
mencobanya, tubuh terasa lebih ringan, pikiran lebih jernih. Bahkan, puasa Senin
dan Kamis yang dianjurkan Rasulullah menjadi salah satu cara untuk melatih
tubuh dan jiwa agar tidak diperbudak nafsu makan.
4. Memilih yang Halal dan
Thayyib
Islam tidak hanya menyuruh kita
menghindari yang haram, tapi juga memilih yang thayyib—yakni yang
bersih, baik, sehat, dan tidak membahayakan tubuh. Makanan yang kita masukkan
ke dalam tubuh akan menjadi bagian dari darah dan daging kita. Maka, menjaga
asupan berarti menjaga ibadah kita. Sebab, makanan haram dapat menjadi
penghalang terkabulnya doa.
Puasa mendidik kita untuk lebih
teliti. Ketika lapar, kita tidak asal makan. Kita mencari yang terbaik, bahkan
yang paling sederhana tapi halal terasa lebih memuaskan dibanding makanan mewah
yang meragukan.
5. Makan Bersama dan Berbagi
Rasulullah mengajarkan bahwa
makanan untuk dua orang cukup untuk tiga, bahkan empat. Artinya, berkah itu
terasa saat kita berbagi. Dalam Ramadhan, semangat berbagi menjadi nyata dalam
bentuk sedekah makanan, takjil gratis, dan buka puasa bersama.
Dan di luar Ramadhan pun,
semangat itu dilatih lewat puasa sunnah Senin dan Kamis. Ketika kita
menahan diri dari makan, kita bisa merasakan sedikit saja dari apa yang dialami
oleh saudara-saudara kita yang kekurangan. Dari sanalah, tumbuh empati dan
keinginan untuk berbagi.
Makan dengan Kesadaran,
Berpuasa dengan Syukur
Islam mengajarkan bahwa makan
bukan hanya kebutuhan jasmani, tapi juga sarana mendekatkan diri pada Allah.
Dengan menjalankan lima aturan makan ini—membaca Bismillah, makan dengan adab,
tidak berlebihan, memilih yang halal, dan berbagi—kita menjaga tubuh,
menyehatkan jiwa, dan menumbuhkan rasa syukur.
Dan lewat puasa, baik yang wajib di bulan Ramadhan maupun yang sunnah setiap Senin dan Kamis, kita diajak untuk merasakan lapar, agar tahu nikmatnya kenyang, dan agar kita tak lupa bahwa di balik setiap butir nasi, ada kasih sayang dari Sang Maha Pencipta-Al Khaliq. Waallahu ‘alam bissahawab. []