Oleh: Siti Hajar
Pernahkah kamu memperhatikan, betapa anak-anak
yang tumbuh di kampung tampak lebih kuat? Mereka berlarian di jalanan tanah
yang becek, bermain lumpur, memanjat pohon, berenang di sungai, dan entah apa
lagi. Mereka jarang pakai alas kaki, tidak selalu mencuci tangan sebelum makan,
dan jajan pun sering kali sembarangan. Tapi anehnya—atau justru ajaibnya—mereka
jarang sakit.
Sementara itu, di sisi lain kehidupan, kita—orang
tua yang tinggal di kota atau perumahan modern—telah begitu cermat menjaga
kebersihan anak-anak kita. Mandi dua kali sehari dengan sabun antibakteri,
bekal makan selalu higienis, dan tempat bermain pun beralas busa warna-warni,
steril dari debu dan tanah. Tapi tetap saja, flu datang bergantian, batuk tak
kunjung hilang, dan perut kadang bermasalah hanya karena salah makan sedikit.
Aku tidak sedang menertawakan upaya kita menjaga
kesehatan. Tapi pernahkah kita bertanya, apa yang sesungguhnya membuat tubuh
anak menjadi kuat? Dan mengapa tampaknya anak-anak yang ‘hidup di alam’
punya daya tahan yang lebih tangguh?
Beberapa waktu
lalu, aku membaca tentang hygiene hypothesis. Istilah ilmiah ini
menyatakan bahwa terlalu bersihnya lingkungan justru bisa membuat sistem imun
anak tidak terlatih menghadapi ancaman. Sistem imun yang jarang bekerja akan mudah panik saat menghadapi gangguan
kecil. Inilah kenapa, menurut teori itu, anak-anak yang tumbuh di lingkungan
‘tak terlalu steril’ justru lebih terlatih.
Anak kampung tidak dilatih secara sengaja untuk
jadi kuat. Mereka menjadi kuat karena hidup menuntutnya demikian. Setiap hari
adalah latihan. Setiap luka kecil karena jatuh di tanah jadi perkenalan pertama
tubuh dengan mikroba. Setiap jajan yang ‘tidak terlalu bersih’ jadi vaksin
alami yang memperkuat perut mereka. Dan tanpa sadar, mereka tumbuh bukan hanya
dengan otot yang lebih lentur, tapi juga sistem imun yang tangguh.
Lalu, apakah kita salah mendidik anak dengan
kebersihan? Tidak juga. Kebersihan tetaplah bagian penting dari kesehatan. Tapi
mungkin kita terlalu takut anak kotor, terlalu panik saat mereka bersentuhan
dengan dunia luar, dan terlalu sibuk menjaga ‘steril’ hingga lupa membiarkan
mereka mengenal tanah, lumpur, dan kehidupan yang tak terbungkus plastik.
Anak-anak kita butuh belajar bahwa dunia bukan
hanya mainan yang bersih dan makanan dari dapur. Mereka perlu tahu bagaimana
rasanya menggenggam tanah, memanjat pohon, mencium bau hujan, dan menyentuh
alam dengan tangannya sendiri. Karena di sanalah tubuh mereka berdialog
langsung dengan semesta, membentuk kekuatan bukan dari vitamin atau suplemen,
tapi dari adaptasi sejati.
Kadang, kita menyamakan bersih dengan sehat, dan
menganggap kotor pasti berbahaya. Tapi hidup tak sesederhana itu. Sama seperti
luka hati yang kadang membentuk jiwa yang kuat, tubuh pun belajar dari
tantangan yang kecil dan nyata.
Jadi, sesekali… biarkan anak kita bermain tanah.
Biarkan mereka mengenal dunia dari dekat, bukan hanya dari balik jendela atau
layar gadget. Karena kekuatan sejati sering kali tumbuh dari kebebasan, dari
pengalaman yang tak selalu rapi, dan dari cinta terhadap alam yang tidak
ditakuti—tapi dihargai. []