Oleh: Siti Hajar
Kemarin pagi adalah pagi yang cukup menguji. Kami keluar
lebih awal dari biasanya, tapi baru saja keluar rumah, motor terasa oleng. Ban depan
rupanya kempes. Tidak total, tapi cukup untuk membuat laju kami tak nyaman dan
hati jadi gelisah. Kami putuskan tetap melaju perlahan—berharap ada bengkel
yang sudah buka. Toh, ini sudah lewat pukul tujuh. Tapi nyatanya, sepanjang
empat kilometer perjalanan dan melewati lima bengkel sepeda motor, semuanya
masih tutup rapat.
Kami berhenti di SPBU mengisn bensin sekaligus berharap
bisa mengisi angin di sana. Tapi bahkan di situ, air radiator ada, angin
tak tersedia. Seakan pagi ini
menantang kami untuk bersabar, lebih sabar dari biasanya. Perjalanan yang
seharusnya ringan jadi terasa jauh. Jalan yang biasanya akrab, mendadak terasa
sunyi dan panjang.
Di tengah perjalanan itu, saya berpikir: alangkah
baiknya jika bengkel-bengkel bisa buka lebih pagi. Jam 7.00 barangkali bukan
waktu yang terlalu dini. Ada banyak orang yang memulai aktivitas pagi,
mengantar anak ke sekolah, menuju kantor, atau sekadar berbelanja ke pasar.
Semua itu bisa terganggu hanya karena ban kempes, rem bermasalah, atau rantai
longgar. Hal-hal kecil, tapi bisa menjadi sangat besar di pagi hari yang
terburu.
Saya yakin, saya bukan satu-satunya yang pernah
mengalaminya. Di jalan, kita semua saling berbagi ruang dan waktu. Dan dalam
perjalanan itu, kehadiran bengkel yang buka lebih awal bisa menjadi penyelamat
kecil yang berarti besar. Sebab hidup kadang bukan soal hal besar, tapi soal
siapa yang hadir di saat yang tepat—meski hanya untuk mengisi angin.
Banyak bengkel motor, terutama yang dikelola
secara mandiri, cenderung baru buka menjelang siang. Hal ini bisa disebabkan
oleh beberapa faktor. Umumnya, bengkel hanya dijalankan oleh satu atau dua
orang yang juga merangkap sebagai teknisi, pemilik, sekaligus pengelola. Mereka
mungkin harus membereskan urusan rumah tangga terlebih dahulu sebelum membuka
tempat usahanya. Selain itu, ritme kerja mereka juga panjang—banyak bengkel
tetap buka hingga malam hari—sehingga waktu pagi kerap dimanfaatkan untuk istirahat
lebih lama agar tetap kuat bekerja hingga malam.
Di sisi lain, belum semua pemilik bengkel menyadari bahwa pagi hari justru menjadi waktu krusial bagi banyak pengguna motor. Saat orang-orang hendak berangkat kerja, mengantar anak ke sekolah, atau ke pasar, kondisi kendaraan harus dalam keadaan siap. Layanan sederhana seperti isi angin, tambal ban, atau pengecekan rem bisa menjadi kebutuhan mendesak. Jika ada bengkel yang mulai beroperasi sejak jam 7 pagi, peluang untuk mendapatkan pelanggan justru lebih besar. Sayangnya, kebiasaan buka siang ini masih dianggap wajar karena mengikuti ritme masyarakat sekitar—padahal di balik itu, ada kebutuhan yang sedang menunggu untuk dilayani lebih cepat. []