Oleh: Siti Hajar
Kadang aku
berpikir, betapa sederhananya kata maaf, tapi betapa sulitnya ia keluar
dari mulut kita. Ada kalanya kita tahu telah menyinggung seseorang, namun
gengsi menahan lidah untuk berkata “aku salah.” Dalam kehidupan
sehari-hari—baik di rumah, di tempat kerja, atau di lingkaran pertemanan—kita
sering terjebak pada keyakinan bahwa meminta maaf berarti kalah. Padahal,
justru di situlah letak kemenangan sejati: mengalahkan ego demi menjaga
hubungan yang berharga.
Aku sendiri
belajar bahwa meminta maaf bukan hanya urusan etika, melainkan penghormatan
terhadap hubungan. Saat kita berani mengakui kesalahan, kita sedang mengatakan
pada orang lain, “kamu penting bagiku.” Dan saat itu pula, kita memberi ruang
bagi hati untuk pulih dan tumbuh. Karena seberapa pun dalamnya luka, manusia
tetap punya naluri untuk memaafkan—asal yang datang adalah kejujuran.
Menariknya,
dalam tradisi Arab, permintaan maaf bukan sekadar ucapan lisan. Ia bisa hadir
dalam bentuk tindakan nyata yang penuh makna. Di beberapa daerah Arab, ketika
seseorang merasa telah berbuat salah kepada orang lain, ia tidak hanya
mengucapkan “ana aasif” (aku minta maaf), tetapi juga membawa
hadiah—kadang berupa makanan, pakaian, atau benda berharga lain—sebagai simbol
penghormatan dan penyesalan.
Tradisi ini
sudah ada sejak masa-masa awal peradaban Arab, bahkan sebelum Islam datang.
Namun Islam kemudian memperkuat maknanya dengan ajaran islah, yaitu
memperbaiki hubungan yang rusak. Nabi Muhammad ï·º sendiri memberi teladan
tentang hal ini. Beliau bersabda,
“Salinglah
memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari dalam Adabul
Mufrad)
Hadiah dalam
konteks ini bukan suap atau pencitraan, melainkan jembatan hati. Sebuah tanda
bahwa seseorang benar-benar ingin memperbaiki keadaan, bukan hanya menenangkan
suasana. Dalam masyarakat Arab kuno, ketika dua suku berselisih, pemberian
hadiah bisa menjadi awal dari perundingan damai. Dan hingga kini, banyak
keluarga di Timur Tengah masih memelihara kebiasaan itu—mengirimkan buah tangan
atau makanan khas ketika ingin berdamai atau mempererat silaturahmi.
Aku rasa, ada
pelajaran indah yang bisa kita bawa ke kehidupan modern. Di tengah dunia yang
semakin cepat dan penuh kesibukan, kita kadang lupa menghargai hubungan dengan
cara yang lembut. Mungkin kita tidak perlu membawa unta seperti orang Arab
dulu, tapi secangkir kopi, sepotong kue, atau pesan kecil yang tulus bisa jadi
bentuk hadiah yang bermakna.
Pernah suatu
kali, aku berselisih dengan seorang teman kerja. Bukan hal besar sebenarnya,
hanya salah paham kecil yang terlanjur memanas. Aku tahu aku salah bicara, tapi
egoku menahanku untuk segera meminta maaf. Hari-hari berlalu dengan canggung.
Hingga suatu sore, aku membungkus sepotong cake coklat dan menaruh secarik
kertas bertuliskan, “Terima kasih sudah sabar menghadapi aku yang keras
kepala.” Tidak ada kalimat maaf di situ, tapi ia membalas dengan senyum yang
lebih hangat dari kata-kata mana pun. Sejak itu aku percaya, permintaan maaf
bisa hadir dalam banyak bentuk, asal disampaikan dengan hati yang tulus.
Mungkin itulah
yang dimaksud orang Arab dengan tradisi memberi hadiah setelah bersalah—sebuah
cara untuk menunjukkan bahwa hubungan jauh lebih berharga daripada harga diri.
Sebab kadang, manusia lebih mudah menerima kehangatan ketimbang penjelasan.
Hari ini, di
antara keluarga, teman, atau rekan kerja, mungkin ada yang menunggu kata “maaf”
dari kita. Jangan tunggu sampai semuanya terlambat. Tidak perlu menunggu momen
Idulfitri untuk berlapang dada. Sebab meminta maaf bukan hanya ritual tahunan,
tapi kebiasaan sehari-hari untuk menjaga hati tetap ringan.
Dan siapa tahu,
dengan satu kata sederhana dan satu tindakan kecil, kita sedang menumbuhkan
kembali hubungan yang hampir nyaris retak. Tentu kita sadar pada akhirnya, yang
paling berharga dalam hidup bukanlah siapa yang selalu benar, melainkan siapa
yang mau memperbaiki ketika salah. Semoga kita tetap terus bisa membina
hubungan kekerabatan dan pertemanan yang sudah terjalin.
Barakallahufiikum semua pembaca setia sitihajarinspiring.com. Kalian sangat berharga bagi aku. []